100 TAHUN PT. LONSUM TETAP KERAS KEPALA, UPAYA PECAH BELAH ANTARA MASYARAKAT ADAT KAJANG DAN PEKERJA
Senin, 11 Februari 2019. PT. Lonsum memaksakan pekerjanya untuk melakukan penanaman karet memasuki areal pendudukan yang dilakukan Masyarakat Adat Kajang serta AGRA Bulukumba yang kini sudah memasuki bulan ke 4. Adapun areal pendudukan yang disasar untuk melakukan penanaman yaitu di desa Tamatto Kec. Ujung Loe Kab. Bulukumba. Tercatat ada sekitar ribuan pekerja yang diarahkan oleh Lonsum untuk melakukan penanaman. Sebelum Desa Tamatto menjadi sasaran penanaman, Desa Bontoa dan Bontomangiring yang juga menjadi areal pendudukan telah berhasil dimasuki oleh PT. Lonsum.
Aksi penanaman yang dilakukan oleh PT. Lonsum tidak serta merta dibiarkan begitu saja. Ratusan pejuang tanah Adat kajang yang terdiri dari masyarakat adat, AGRA Bulukumba serta Pemuda Mahasiswa menghadang upaya penanaman yang dilakukan oleh pihak PT. Lonsum.
Konflik yang terjadi antara Masyarakat Adat Kajang dengan pihak PT. Lonsum Sudah berjalan bergitu lama. Beberapa kebijakan telah dikeluarkan untuk menyelesaikan konflik ternyata tidak sesuai yang diharapkan. Perjuangan Panjang yang dilakukan oleh Rakyat Bulukumba Bersama AGRA Bulukumba sedikit mendapatkan titik terang setelah diterbitkannya Perda Kab. Bulukumba No. 9 Tahun 2015 Tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Hak Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang. Selain itu, pada 8 Agustus 2018 Pemerintah Pusat dalam Hal ini Kemendagri melakukan mediasi dikarenakan rekomendasi dari pemerintah Kabupaten Bulukumba yang telah berupaya menyelesaikan konflik yang terjadi, namun setiap keputusan yang dikeluarkan oleh Pemkab Bulukumba tidak pernah diindahkan oleh PT. Lonsum. Dalam mediasi tersebut diperoleh kesepakatan bahwa perlunya dilakukan rekonstruksi batas HGU dan pengukuran ulang untuk memastikan HGU PT. Lonsum dan Hak-hak masyarakat Adat serta perlunya dibentuk tim kecil yang beranggotakan dari Kementrian dalam Negeri, Kementrian ATR/BPN, Pemprov Sulsel, Pemkab Bulukumba, DPRD Bulukumba, Tokoh Masyarakat Adat dan PT. Lonsum. Tim kecil dimaksud bertugas untuk memastikan batas-batas HGU PT. Lonsum dan Hak Masyarakat Adat maupun Hak Masyarakat sebelum dilakukannya perpanjangan HGU tahun 2023. Pada pertemuan berikutnya yang dilakukan di Jakarta pada 20 Desember 2018 diperoleh hasil bahwa dibutuhkannya percepatan dalam proses penyelesaian konflik antara PT. Lonsum dan Masyarakat Adat di Kabupaten Bulukumba serta PT. Lonsum diharapkan segera menyurati kemetrian ATR/BPN untuk segera melakukan Rekonstruksi batas. Namun ternyata semua itu tidak dapat menghentikan aktivitas Lonsum untuk terus merampas lahan milik masyarakat, terkhusus masyarakat Adat Ammatoa Kajang.
Kronologis penghadangan yang terjadi pada Senin, 11 Februari 2019 berawal pada pukul 07.30 wita setelah diketahuinya posisi awal Lonsum untuk mulai menanam. Ratusan pejuang tanah adat berjalan Bersama menuju lokasi penanaman. Pukul 07.49 wita terjadi negosiasi antara pihak masyarakat adat dengan pihak pengamanan yang disaksikan langsung oleh pihak Lonsum agar pihak pengamanan dapat menghimbau pihak Lonsum untuk tidak melakukan penanaman untuk menghindari gesekan yang berujung kekacauan.
Keadaan sempat memanas sekitar pukul 08.00 wita ketika 4 mobil pengangkut bibit serta pekerja datang dan memaksakan untuk melakukan penanaman, seakan pihak Lonsum tidak mengindahkan himbauan dari kepolisian dan pemkab Bulukumba. Pada pukul 08.34 wita keadaan semakin memanas saat masyarakat terpancing akibat provokasi yang dilakukan oleh pihak Lonsum hingga diduga terjadi pemukulan terhadap salah seorang petani atas nama Jusman. Namun, kondisi yang memanas tersebut dapat diredam saat pimpinan organisasi menenangkan anggotanya.
Dalam kondisi seperti itu, Lonsum tak kunjung menghentikan upayanya untuk melakukan penanaman. Sehingga penanaman karet yang dilakukan lonsum memasuki areal tanaman warga berupa PADI dan JAGUNG. Aktivitas penanaman baru dapat dihentikan setelah para perwakilan pejuang tanah adat terus melakukan negosiasi hingga diperoleh kesepakatan bahwa Lonsum tidak boleh menanam karet melewati batas sungai dan menunggu hasil perundingan yang dilakukan dikantor bupati yang melibatkan Pemkab, DPRD, Kejaksaan, Kapolres, Dandim dan Pimpinan PT. Lonsum pada pukul 10.00 wita.
Selama berjalannya perundingan dikantor Bupati, kedua belah pihak tidak meninggalkan tempat. Hingga pukul 11.00 wita para karyawan PT. Lonsum meninggalkan lokasi penanaman setelah melihat pihak keamanan juga pergi dari lokasi penanaman. Baru setelah karyawan PT. Lonsum pergi, para pejuang tanah Adat juga pergi meninggalkan lokasi konflik.
Rudy Tahas yang kerap disapa Njet selaku ketua AGRA Bulukumba menilai bahwa apa yang dilakukan oleh PT. Lonsum adalah upaya pecah belah antara masyarakat. “Pekerja yang mayoritas merupakan warga Tamatto dipaksa untuk melakukan penanaman karet di areal pendudukan masyarakat dengan dikeluarkannya surat perintah kepada seluruh pekerja. Surat perintah tersebut bisa dikatakan sebagai bentuk paksaan kepada para pekerja. Karena jika para pekerja tidak melakukan penanaman dilokasi pendudukan hasil Land Clearing maka mereka tidak bisa melakukan absensi melalui finger print yang tersiystem, sehingga mereka tidak bisa bekerja lagi atau kehilangan pekerjaan. Padahal, kita ketahui Bersama bahwa masyarakat adat pun tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi. Akibatnya, jika PT. Lonsum terus memaksakan kehendaknya untuk melakukan penanaman diareal Pendudukan, maka kemungkinan besar gesekan akan terjadi antara Masyarakat Adat yang mempertahankan tanahnya dan pekerja yang dipaksa untuk menanam oleh PT. Lonsum.”
Penulis : Al Iqbal (Pimpinan FMN Makassar)