Si Orange Yang Kian Nackal
“Kuliah mahal” memang sering terdengar di telinga mahasiswa mengapa pendidikan mahal? mengapa kuliah kok mahal? pertanyaan-pertanyaan ini pun menjadi dorongan tersendiri bagi PANJI MULKILAH AHMAD untuk menulis buku yang berjudul KULIAH KOK MAHAL?. Dalam karangannya sedikit menggambarkan tentang skema pendidikan yang diperdagangkan, dengan kata lain wadah meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dari mahasiswa maupun orang tua mahasiswa.
Saya pikir wacana pendidikan mahal karena kemampuan ekonomi masyarakat tak sebanding dengan apa yang menjadi patokan harga pembayaran. Selain itu, wacana itu juga didorong karena tidak seimbangnya besaran pembayaran dengan layanan akademik dan non akademik yang diterima, terkhusus untuk biaya semesteran kampus yang tinggi (mahal), Penilaian akan kuliah mahal telah terpampang jelas jumlah angka partisipasi kasar terhadap pergurun tinggi di indonesia hanya 31,5% capaian ini masih cukup randah jika di bandingkan dengan APK pendidikan tinggi negara-negara tetangga seperti malaysia (38%) thailand (54%) dan singgapura (78%).
Kuliah mahal menjadi ibu yang melahirkan wacana-wacana meresahkan dibeberapa kampus swasta maupun negeri di indonesia seperti makassar. Luapan keresahan yang tak tertahankan dikalangan mahasiswa ditambah dengan watak birokrat kampus yang tidak transparan dalam mengelola keuangan, memancing sikap mahasiswa mengekspresikan pertanyaan-pertanyaan itu dalam berbagai cara. Mulai dari updete status, hasteg, membagi selebaran sampai pada aksi-aksi di lapangan hingga aliansi-aliansi pun terbangun mulai dari FIS UNM BERGERAK SATU NAMA SATU IDENTITAS, API KAMPUS (aliansi peduli demokrasi kampus),KOALISI MAHASISWA DAN PEMUDA SINJAI BERLAWAN, dll.
Salah satu perguruan tinggi di makassar yang masih tetap bertahan dengan sikap anti kritiknya, anti demokrasinya adalah universitas negeri makassar (UNM), Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh kampus UNM sampai saat ini masih menyimpan tanda tanya, Jalur mandiri yang tidak mempertimbangkan kemampuan, pembayaran KKN dsb. Bertambahnya akar- akar pembayaran selain UKT di UNM berbanding terbalik dengan kondisi mahasiswa, Setelah sebelumnya pemberian SK skorsing 6 mahasiswa di FE dan kasus premanisme (pemukulan dosen atas mahasiswanya di FIK) yang hanya meminta transparansi.
Kini kebijakan kembali hadir yang merampas hak dua mahasiswa FIS ( mensos dan presidan bem fis) hal tersebut pun di sambut dengan aksi BEM FIS UNM pada tanggal 11/2/19, Pencabutan bidikmisi dua mahasiswa tersebut pun bukan tanpa sebab, salah satu yang menjadi landasan adalah kontrak bidikmisi yang melarang untuk ikut demonstrasi. Akan tetapi, kita sama-sama pahami bahwa indonesia sendiri telah menyepakati konstitusi pasal 28 dan deklarasi universal hak asasi manusia. Arti sederhananya untuk mendapatkan bantuan dari negara yang notabenenya adalah tangung jawabnya, mempunyai syarat yaitu membungkam mulut rapat-rapat selama 4 tahun atas kebijakan kampus yang semena-mena.
Dilain sisi kasus kekerasan akademik pun ikut menambah polemik yang ada di FIS UNM tepatnya di jurusan sejarah, penyelenggaraan kegiatan LDKM (latihan dasar kepemimpinan mahasiswa) oleh HMJ pendidikan sejarah berujung pada sanksi pembatalan nilai akademik 90 mahasiswa, anehnya mahasiswa yang menjadi tamu saat kegiatan berlangsung di lokasi tersebut pun menjadi korban sanksi ini. dikeluarkannya sanksi ini juga bukan tanpa sebab, penyelenggaraan LDKM yang diadakan di luar kampus dianggap melanggar surat edaran yang berlaku.
Adanya aturan atau kontrak bidikmisi dan surat edaran berujung pembatalan nilai akademik sesungguhnya secara tidak langsung minciderai konstitusi negara kesatuan republik indonesia dan secara hukum jika ada aturan yang di bawah bertentangan dengan aturan di atasnya maka aturan tersebut tidak berlaku. Dapat dipastikan adanya Aturan-aturan tersebut telah dijadikan alat legitimasi birokrasi kampus untuk ikut campur dalam kegiatan kemahasiswaan dan mengekang kebebasan berpendapan dan berorganisasi.
Kondisi di atas adalah cerminan pendidikan yang jauh dari kata ILMIAH DEMOKRATIS DAN MENGABDI KEPADA RAKYAT, dikarenakan masih adanya 3 penyakit yang mengerikan yang terus mengerogoti dan menginjak-injak deklarasi universal HAK ASASI MANUSIA di beberapa sektor, termasuk pendidikan secara regional nasional dan internasional. Maka tugas kita untuk membangkitkan kesadaran bukan hanya di FIS, tetapi di seluruh fakultas di UNM bukan hanya di UNM tetapi di seluruh kampus di indonesia. untuk itu, penting kiranya terlibat dalam organisasi secara nasional yang secara tegas menentang kebijakan kampus seperti kampus yang di fokuskan pada tulisan ini.
Penulis : Slamet Puji (Ketua FMN UNM)