“Lawan Tindasan Fasis Terhadap Mahasiswa Baik Di Dalam Maupun Di Luar Kampus, Serta Kriminalisasi Terhadap Pejuang Agraria”
Tindasan Fasis terhadap Mahasiswa terus saja terjadi, baik didalam maupun diluar kampus. Tindasan fasis tersebut tidak lain ialah upaya untuk mengekang gerakan mahasiswa yang terus membesar dalam memperjuangkan hak-hak demokratisnya. Di UNM, kampanye terkait kenaikan biaya kuliah terus digelorakan oleh mahasiswa. Artinya, sistem UKT sudah jelas bukan lagi solusi untuk mahasiswa yang katanya akan membuat biaya kuliah semakin murah dan tidak ada pungutan lain selain UKT. Biaya kuliah yang semakin meningkat ternyata tidak sesuai dengan fasilitas penunjang perkuliahan yang disiapkan oleh kampus. Mahasiswa UNM menilai, bahwa yang paling dibutuhkan oleh mahasiswa UNM adalah Fasilitas penunjang perkuliahan dan seharusnya kampus mampu memperadakan itu. Namun, dalam setiap aksi yang dilakukan oleh mahasiswa UNM tidak sama sekali tuntutan mereka terpenuhi, malah tindasan fasis kampus yang mereka dapati.
Gerakan mahasiswa di UNM saat ini sedang dihadapkan oleh meningkatnya fasisme di kampus melalui berbagai tindakan, salah satunya adalah pemberian sanksi skorsing dan pemukulan terhadap mahasiswa. Pada 10 Juli 2018, 6 mahasiswa fakultas ekonomi UNM atas nama: Supianto, Oky Sunjaya, Imran, Sumartono, Muammar dan Andi Irwan Nur. SK Skorsing yang dikeluarkan kepada 6 mahasiswa tersebut tidak terlepas dari Aksi yang dilakukan oleh BEM FE UNM yang menuntut perbaikan fasilitas dan mempertanyakan kejelasan paket anggaran Fakultas. Sementara itu terdapat kasus pemukulan pula terhadap massa aksi FIK pada tanggal 18 September 2018. Pada saat melakukan aksi demonstrasi yang juga menuntut perbaikan fasilitas kampus dan mempertanyakan kejelasan anggaran Kemahasiswaan. 22 Desember 2018, Aksi FMN UIM dibubarkan dan direpresif oleh apparatur negara. FMN UIM yang melakukan aksi pembentangan spanduk merespon kedatangan Jusuf Kalla (JK) dalam rangka melakukan peresmian Gedung 19 Lantai. FMN UIM menilai bahwa yang sebenarnya dibutuhkan oleh mahasiswa UIM ialah fasilitas perkuliahan yang layak, bukannya gedung 19 Lantai yang hanya dioperasikan sebagai Gedung rektorat.
Di Surabaya, Anindya Prasetyo pimpinan FMN Surabaya juga menjadi korban dari tindasan fasis, namun dia menjadi korban langsung dari watak anti demokrasi negara saat ini. 6 Juli 2018, Anin yang menjadi tamu undangan dalam kegiatan diskusi dan nobar mahasiswa Papua menjadi korban pelecehan pada saat pembubaran diskusi yang dilakukan oleh Satpol PP. Dada Anin diremas oleh salah satu anggota satpol PP dengan dalih mengamankan/membubarkan kegiatan diskusi tersebut. Anin yang tidak terima, memberontak dan menceritakan kronologis kejadian di akun social medianya. Anin juga melaporkan kejadian tersebut pada pihak kepolisain, namun laporan Anin tidak digubris oleh pihak kepolisian. Malah, pada 25 Juli 2018 Anin yang dilaporkan oleh pihak satpol PP dengan menggunakan UU ITE dengan pasal karet pencemaran nama baik melalui media elektronik. Dan perkembangan sampai saat ini, kasus Anin terus berlanjut.
Selain sector pemuda mahasiswa, tindasan fasis juga menyasar para pejuang agrarian. 14 petani Kajang Kabupaten Bulukumba di kriminalisasikan oleh pihak PT. Lonsum pada bulan Oktober 2018 dengan tuduhan penyerobotan lahan. Padahal fakta dilapangan, mereka hanyalah mempertahankan tanah ulayat milik Masyarakat Adat Kajang dari keserakahan PT. Lonsum yang terus merampas tanah mereka. Di NTB, 2 pejuang adat Jurang Koak ditangkap pada 18 Desember 2018 dengan tuduhan penebangan pohon di Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Sebelum penangkapan, sempat terjadi adu mulut antara 2 orang petani yang ditangkap dengan pihak kepolisian, dari adu mulut tersebut diketahui bahwa dalam kejadian penangkapan tersebut sama sekali tidak ada surat perintah penangkapan yang ditunjukkan, pihak kepolisisan hanya menjelaskan bahwa mereka sedang menjalankan tugas dan dengan kasar menyeret dua orang petani tersebut ke atas mobil tahanan. Bahkan seorang pemuda yang berupaya menghalangi aparat, dipukuli hingga kepalanya bocor dan harus mendapatkan 18 jahitan. Sebenarnya bukanlah petani yang salah, tapi TNGR lah yang merampas tanah adat Jurang Koak.
Dari beberapa kasus yang telah Digambar di atas, FMN Cabang Makassar Menyatakan Sikap :
- Cabut Sk Skorsing 6 Mahasiswa FE UNM.
- Usut Tuntas Kasus Pemukulan Mahasiswa FIK UNM.
- Mengecam Pembubaran dan Represifitas Terhadap Massa Aksi FMN UIM.
- Hentikan Kriminalisasi Terhaadp Anindya Prasetyo.
- Hentikan Kriminalisasi Terhadap 14 Petani Kajang Bulukmba, Cabut HGU PT. Lonsum.
- Bebaskan 2 Pejuang Tanah Adat Jurang Koak, Hapuskan Klaim TNGR Dari Kawasan Adat Jurang Koak, NTB.
Senin, 24 Desember 2018
FMN Cabang Makassar
Slamet Puji Urip
Koordinator Aksi