Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BEBASKAN AMAQ HAR DAN BAPAK SARAFUDIN, USUT TUNTAS PELAKU PEMUKULAN DERI PUTRA, DAN HENTIKAN INTIMIDASI TERHADAP PETANI JURANG KOAK


Pada hari ini tanggal 18 Desember tahun 2018 sekitar pukul 11.00 pagi kembali terjadi tindakan penangkapan dan penganiayaan terhadap petani Jurang Koak oleh aparatur negara yang berjumlah sekitar 50 orang yang terdiri dari Kepolisian Resort Lombok TImur, kesatuan Polisi Hutan Lombok TImur dan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Penangkapan dilakukan terhadap dua orang petani atas nama Amaq Har (50 th) dan Bapak Sarafudin (50 th). Selain penangkapan juga terjadi pemukulan terhadap seorang Pemuda atas nama Deri Putra (50 th/pimpinan Pembaru Ranting Jurang Koak) yang mencoba menghadang aksi penangkapan tersebut, pemukulan tersebut membuat Deri harus dilarikan ke puskesmas Suela dan mendapatkan 18 jahitan di Kepala bagian belakang.

Kejadian penangkapan tersebut bermula dari upaya TNGR untuk mencari pelaku penebangan pohon di kawasan Taman Nasional, akan tetapi tidak bisa ditemukan yang ada hanya kayu-kayu bekas tebangan masyarakat yang bersumber dari dalam kebun-kebun Masyarakat di dalam kawasan tanah adat Jurang Koak. Sebelum penangkapan, sempat terjadi adu mulut antara 2 orang petani yang ditangkap dengan pihak kepolisian, dari adu mulut tersebut diketahui bahwa dalam kejadian penangkapan tersebut sama sekali tidak ada surat perintah penangkapan yang ditunjukkan, pihak kepolisisan hanya menjelaskan bahwa mereka sedang menjalankan tugas dan lalu tanpa basa-basi mereka tetap menyeret dua orang petani tersebut ke atas mobil tahanan dan membawanya langsung ke Polres Lombok TImur. Melihat kejadian itu, Deri Putra sontak berupaya menggagalkan upaya tangkap paksa tersebut yang kemudian berbuah pemukulan yang mengakibatkan luka di kepalanya.

Sampai dengan saat ini, Amaq Har dan Pak Syarafudin masih di tahan di Polres Lombok TImur.

Berdasarkan gambaran kronologis tersebut, terang Bahwa tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian resort Lombok TImur, Kesatuan Polisi Hutan Lombok TImur serta Balai Taman Nasional Gunung RInjani adalah tindakan yang fasis dan anti demokrasi serta membelakangi Hak Rakyat yang semestinya sama dimata Hukum. Tindakan bar-bar tersebut juga terjadi hanya berselang 8 hari dari peringatan hari Hak asasi Manusia (HAM) untuk memperingati 70 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mengatur tentang Hak-hak dasar rakyat.

Sebagaimana diketahui bahwa, kejadian kriminilasi terhadap rakyat jurang koak (pejuang tanah adat jurang koak) bukan terjadi kali pertama, melainkan telah berkali-kali terjadi. Pada tahun 2016 lalu terjadi kriminalisasi terhadap 3 orang petani jurang koak yang membuat 3 orang petani tersebut harus di tahan tidak kurang dari 1,5 tahun, pada tahun 2017 lalu terjadi pengusiran, pengerusakan dan pembakaran pondok-pondok, pemukulan, penangkapan dan intimidasi terhadap petani jurang koak dalam peristiwa operasi gabungan yang langsung dilakukan oleh Polda NTB, pada bulan November lalu terjadi pengancaman bahkan menggunakan senjata api terhadap petani jurang koak oleh Polhut Lombok Timur, belum terhitung pula rentetan penangkapan-penangkapan petani jurang koak yang tidak terpublikasikan dan bahkan penangkapan-penangkapan tersebut dilakukan tanpa proses hukum sama sekali.

Rentetan tindakan fasis dan Bar-bar tersebut merupakan upaya yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung RInjani (TNGR) untuk mengusir petani Jurang koak dari lahan pertanian mereka yang telah diperjuangkan sejak lama. Benar bahwa, alas hak kepemilikan atas lahan tersebut tidak dimiliki oleh petani jurang koak, akan tetapi historis tanah, adanya tanaman-tanaman perkebunan seperti nangka dll, bentuk lahan yang terasering, sisa-sisa peninggalan berupa sumber irigasi dan pemakaman kiranya adalah bukti nyata kepemilikan sah masyarakat Jurang Koak atas lahan tersebut. Sedangkan TNGR sendiri sampai dengan saat ini tidak mampu membuktikan klaimnya atas tanah tersebut, selain hanya dengan Pal Batas yang dipasang sendiri pada sekitaran tahun 2005. Penetapan Pal batas tersebut juga hanya mengacu pada hasil kelasiran belanda tahun 41 (keputusan gubernur Hindia Belanda GB. No.: 15 STBL No.: 77 tanggal 17 maret tahun 1941) yang sebenarnya luasnya hanya 40.000 Ha saja, akan tetapi pada tahun 2005 melalui SK Menhut no. 298/menhut-II/2005 luas Kawasan TNGR tiba-tiba bertambah menjadi 41.330 Ha. 

Berdasarkan gambaran tersebut diatas, kami dari FMN Cabang Makassar menuntut :
  1. Bebaskan Amaq Har dan Bapak Sarafudin !
  2. Usut tuntas pelaku pemukulan Deri Putra (pimpinan pembaru ranting Jurang Koak) !
  3. Hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap petani jurang koak!
  4. Bebaskan lahan adat jurang koak dari klaim TNGR !


FMN Cabang Makassar

Sofyan
Sekretaris