Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pernyataan Sikap FMN Ranting UNM, Cabut SK Skorsing kepada 4 Anggota FMN Ranting UNM serta 2 Mahasiswa Lainnya. Dan Seruan BOM SMS Tolak SK Skorsing.

BOM SMS menolak SK Skorsing secara nasional kepada Dekan dan Wakil Dekan 3 FE UNM :

Saya (Nama) Dari FMN Ranting (kampus/Organisasi lain) Cabang (kota) Menolak SK Skorsing kepada 4 kawan kami Anggota FMN Ranting UNM serta 2 Temannya. Dan meminta untuk mencabut SK Skorsing tersebut.

Kirim ke Kontak :
081342312696 (Dekan FE UNM)
0811446375 (Wakil Dekan 3 FE UNM)

Serta memberikan support kepada korban agar tetap semangat melawan tindakan fasis kampus.

Kontak :
Supianto : 082349893757
Imran : 081341190021
Sumartono : 082188189130
Oky : 085212383976

KAMPUS FASIS HARUS DILAWAN


Dunia pendidikan tinggi kian ternodahi oleh tindakan anti demokrasi yang dilakukan oleh pimpinan-pimpinan kampus di Indonesia. Kampus kian menunjukkan sosoknya yang anti demokrasi dan anti kritik, serta menunjukkan wataknya yang fasis. Tidak heran jika banyak mahasiswa yang menuntut hak-hak demokratisnya kini menjadi korban. Tindasan yang diperoleh juga tidak main-main berupa Intervensi nilai, sanksi skorsing, intimidasi, bahkan sanksi Drop Out (DO). Hal tersebut diperparah karena alasan yang diutarakan sering tidak ilmiah dan membabi buta.

Perjuangan mahasiswa menuntut hak-hak demokratisnya serta melawan komersialisasi pendidikan kerap memperoleh tindakan fasis oleh pihak kampus seperti yang pernah terjadi di Sulawesi Selatan (Makassar) tercatat ada 3 mahasiswa Universitas Islam Makassar (UIM) di DO karena mempertanyakan status jabatan rektor yang telah melebihi dua periode (3 periode), 2 mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) di skors hanya karena menempel panflet bertuliskan “Kampus Rasa Pabrik”, 2 mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) karena melakukan aksi mempertanyakan Pungli di kampusnya, 8 mahasiswa UVRI di DO karena mempertanyakan manajemen kampus yang amburadul, 20 mahasiswa UKI Toraja yang di DO karena melaksanakan LDK di luar kampus, 1 mahasiswa UKI Paulus Makassar di DO karena kritis, dan masih banyak lagi tindasan fasis oleh pihak kampus yang terjadi di luar sana. Kemudian baru-baru ini di Fakultas Ekonomi UNM pun terjadi hal yang sama. Tindakan fasis diterima oleh mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi menuntut hak demokratisnya.


6 mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar (FE UNM) memperoleh sanksi skorsing. 4 di antaranya adalah anggota FMN Ranting UNM (Supianto, Imran, Sumartono dan Oky) dan aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FE UNM. Sanksi skorsing dilayangkan hanya karena menuntut realisasi janji pimpinan FE UNM soal sarana dan prasarana (sapras) kampus yang dinilai tidak memadai, serta mempertanyakan data temuan terkait ralisasi anggaran pengadaan barang/jasa di FE UNM.

Problem sapras yang tak layak sudah sering dikeluhkan oleh mahasiswa. Pada tanggal 23 April 2018 dialog antara mahasiswa yang tergabung dalam BEM FE dan pimpinan fakultas menghasilkan janji pimpinan fakultas yang akan melakukan perbaikan paling lambat di bulan Mei 2018.

Upaya untuk mengawal janji pimpinan fakultas telah dilakukan dengan memasang spanduk pada tanggal 24 April 2018 yang berisikan kondisi sapras yang tidak memadai. Namun, spanduk yang dipasaang dicabut oleh security yang menerima perintah langsung dari pihak fakultas dengan alasan pihak rektorat akan datang ke Fakultas Ekonomi. Tak terima dengan hal tersebut, BEM FE melakukan aksi respon cepat terkait pencabutan spanduk setelah mereka mencoba meminta secara baik spanduk terebut agar dipasang kembali, namun permintaan mereka tidak kunjung direalisasikan. Aksipun berakhir ketika spanduk benar-benar terpasang dan massa aksi memberikan ultimatum kepada pihak fakultas bahwa mereka akan melakukan hal yang sama jika spanduk yang mereka pasang kembali dicabut sebelum janji pihak fakultas terealisasi.


Memasuki bulan Mei 2018 BEM FE mempertanyakan langsung pada pimpinan fakultas terkait janji yang telah mereka utarakan hingga akhir bulan Mei 2018. Namun pimpinan hanya bisa menyerukan mahasiswa agar bersabar karena dalam tahap proses. 

Pada tanggal 22 Mei 2018, BEM FE semakin geram ketika mendapati data di website resmi LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) terkati 41 point pengdaan barang/jasa di FE dengan total anggaran sebesar Rp. 2.876.624.000. BEM FE menilai bahwa ada beberapa pengadaan yang tidak rasional karena terlalu besar nominal pengadaannya namun tidak dilihat realisasinya.

Akibatnya, pada tanggal 24 Mei 2018 BEM FE kembali melakukan aksi untuk menagih janji pimpinan fakultas serta memepertanyakan data yang mereka temukan. Meskipun bulan puasa, massa aksi tidak kekuarangan semangat untuk menuntut hak mereka. Terbukti mereka mampu bertahan dibawah terik matahari untuk bertemu dan melakukan dialog terbuka dengan pimpinan fakultas. Tujuannya supaya seluruh mahasiswa ekonomi dapat mendengar secara keseluruhan apa yang dijelaskan oleh pimpinan fakultas. Namun, pimpinan fakultas menolak dan enggan melakukan dialog terbuka. Massa aksi yang terus memaksa pimpinan fakultas untuk menemui mereka akhirnya mendapat sedikit angin segar dengan disetujuinya untuk berdialog secara terbuka dengan mahasiswa setelah shalat dzuhur. Akan tetapi, lagi-lagi pimpinan fakultas ingkar akan janji yang mereka berikan. Pimpinan fakultas masih saja tidak turun menemui massa aksi. Hal tersebut membuat massa aksi kecewa dan akhirnya mereka memutuskan untuk meneruskan aksi dengan berorasi dan membakar ban serta kursi kayu lapuk tahun 1998 dan tempat sampah rusak sebagai bentuk kekecewaan mereka. Tak kunjung mendapat itikad baik, massa aksi memutuskan untuk naik keruang pimpinan fakultas untuk melanjutkan aksinya dan terus meminta pimpinan fakultas untuk melakukan dialog terbuka. Ternyata mereka disambut dengan tidak baik, pimpinan fakultas menghalangi massa aksi bahkan menarik salah satu massa aksi yang sedang berorasi. Massa aksi tidak mundur meskipun diperlaklukan seperti itu, mereka tetap meminta untuk diadakannya dialog. Pimpinan fakultas yang tak mampu meredam massa aksi akhirnya menuju ke ruang senat dan meninggalkan massa aksi yang tetap melanjutkan aksinya didepan ruang pimpinan fakultas. Tak terima terus diacuhkan, seorang mahasiswa akhirnya memasuki ruang senat untuk menemui pimpinan fakultas. Tapi, pimpinan fakultas tidak ada diruangan tersebut. Pencarianpun diteruskan menuju ruang dekanat. Mahasiswa yang masuk  sambil berorasi mendapati pimpinan fakultas berada didalam. Namun pimpinan fakultas tetap enggan menemui massa aksi. Setelah berbagai upaya untuk melakukan dialog terbuka dengan pimpinan fakultas dinilai tidak berbuah hasil, massa aksipun memutuskan kembali turun kelapangan untuk mengahiri aksi yang ditandai dengan pembacaan pernyataan sikap.


6 Juni 2018, bukannya realisasi janji atau bahkan kejelasan terkait data yang ditemukan oleh BEM FE, malah surat panggilan Komisi Disiplin (KOMDIS) yang diapatkan oleh massa aksi. Sebanyak 7 orang mahasiswa (Supianto, Imran, Oky, Sumartono, Muammar, Wawan dan Irwan) dipanggil untuk menghadiri sidang komdis. Alasan pemanggilan adalah untuk dimintai keterangan terkait aksi yang dinilai berlebihan oleh pihak fakultas. Namun, ada banyak kejanggalan dalam prosesi sidang Komdis tersebut. Dari 7 orang yang dipanggil untuk menghadiri sidang komdis pada tanggal 24 Mei 2018, ternyata ada 1 orang (Wawan) yang tidak mengikuti aksi dan bahkan tidak pernah di kampus karena sedang cuti akademik yang disebabkan mata kuliahnya tidak di approve oleh dosen pendamping akademiknya. Selain itu, dari 7 orang yang dipanggil untuk dimintai kesaksian, hanya 4 (Irwan, Supianto, Muammar dan Sumartono) yang telah selesai memberikan kesaksiannya. Ditambah lagi setelah sidang komdis, tidak diterbitkannya berita acara padahal dalam aturan tentang komdis menyatakan bahwa berita acara harus diterbitkan. Disini kita sudah bisa menilai bahwa dalam proses pemanggilan, pimpinan fakultas tidak objektif atau bisa dibilang asal-asalan dalam menentukan mahasiswa yang akan dimintai kesaksian. Selain itu penilaian dalam sidang komdis dapat dikatakan tidak tepat karena tidak sesuai procedural yang berlaku.


10 Juli 2018 dilakukan rapat senat yang membawa hasil sidang komdis yang dilakukan 1 bulan yang lalu. Dan adapun hasil rapat senat menyepakati dengan dijatuhkannya sanksi skorsing kepada 6 mahasiswa. Skorsing selama 2 semester untuk Supianto dan Oky serta 1 semester untuk Muammar, Sumartono, Imran dan Irwan. Sanksi ditetapkan berdasarkan Peraturan Kemahasiswaan UNM pasal 24 ayat 2.

FMN Ranting UNM Cabang Makassar menilai bahwa yang terjadi di UNM adalah salah satu upaya pembungkaman demokrasi yang dilakukan kampus hari. Banyaknya masalah didunia pendidikan terkhusus pendidikan tinggi membuat gerakan semakin hari semakin membesar. Aksi-aksi protes terjadi dimana-mana termasuk di UNM. Untuk meredam gerakan yang semakin besar dan berani, kampus tidak segan-segan melakukan tindakan yang anti demokrasi. Aturan kemahasiswaan UNM yang memberikan legalitas untuk memberikan sanksi skorsing kepada mahasiswa yang terlalu mencampuri urusan akademik, administrasi serta kegiatan kampus lainnya adalah skema tindakan Fasis kampus yang terstrukur. Dalam perumusan aturan tersebut, meskipun mengundang pimpinan LK dalam perumusannya, nyatanya dalam penetapan tidak sama sekali memasukkan usalan dari mahasiswa.

Dengan ini, FMN Ranting UNM Menyatakan :
  1. Mengecam pemberian sanksi skorsing kepada 6 mahasiswa FE yang menuntut haknya.
  2. Dekan Fakultas Ekonomi UNM harus Segera mencabut SK Skorsing yang diberikan kepada 6 mahasiswa FE.
  3. Berikan sarana prasarana yang layak bagi mahasiswa.
  4. Transparansi penggunaan anggaran di Fakultas Ekonomi.
  5. Cabut segala aturan kemahasiswaan yang anti demokrasi.
  6. Wujudkan Pendidikan Yang Ilmiah, Demokratis dan Mengabdi Kepada Rakat.


Pimpinan Harian
FMN Ranting UNM

Muh. Syahrizal
Ketua