BABAK BARU UPAYA PENGGUSURAN WARGA PESISIR PANTAI MERPATI, TANGGAL 30 SUDAH HARUS KOSONG
Berawal pada Selasa, 25 Januari 2022 dimana lurah bersama Babinsa mendatangi warga pesisir pantai merpati. Kedatangan mereka kembali membawa kabar buruk bagi warga pesisir, karena mereka kembali diminta dengan sukarela mengosongkan atau membongkar rumah mereka dari kasawan pesisir tersebut. Karena masih belum ada kejelasan terkait nasip mereka nanti, tanpa pikir panjang warga kembali menolak permintaan tersebut.
Keesokan harinya, keluar surat
undangan rapat yang di tanda tanagi oleh bapak wakil bupati Bulukumna bapak H.
A. Edy Manaf. Dalam surat tersebut, akan dibahas terkait Surat Tugas Bupati No.
094/101/DPPP tertanggal 25 Januari 2022 perihal Surat Perintah Tugas untuk
melakukan penertiban rumah warga yang berada di wilayah pesisir pantai Merpati
Bulukumba. Melalui surat tersebut juga diundang
berbagai pihak terkait, diantaranya Ketua Kejaksaan
Negeri Bulukumba, Dandim 1411 Kabupaten Bulukumba, Kapolres Bulukumba, utusan
berbagai organisasi perangkat daerah, warga Pantai Merpati dan perwakilan
organisasi massa.
Kamis, 27 Januari 2022 sesuai
dengan waktu yang di undangkan, sekitar 14.00 wita para tamu undangan telah
hadir dan duduk bersama di dalam ruan rapat wakil bupati Bulukumba. Tapi
sayangnya, Bupati dan Wakil Bupati tidak terlihat didalam ruangan tersebut.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Bulukumba Djunaidi Abdillah, SE, M.Si bertindak memimpin jalannya rapat. Beliau memulai rapat dengan mengsosialisasikan terkait adanya Tim yang terbentuk melalui surat tugas untuk melakukan penertiban rumah warga yang berada di wilayah pesisir yang telah di keluarkan oleh Bupati. Beliau sekaligus bertindak sebagai ketua tim. Selanjutnya beliau menyampaikan apa saja tugas tim yang telah terbentuk yaitu memastikan berjalannya pembersihan kawasan pesisir terutama gedung atau bangunan sejak Kamis, 27 Januari hingga Minggu, 30 Januari.
Hasna, warga pesisir pantai
Merpati yang sekaligus terlibat dalam Serikat Nelayan Bulukumba (SNB) angkat bicara
terkait terbitnya surat itu sekaligus menyampaikan kekecewaannya atas ketidak
hadiran Bupati dan Wakil Bupati dalam rapat tersebut.
“Kalau pemerintah mau membangun
silahkan, tapi kasi jelas juga nasib kami ini. Jangan asal minta pindah atau
bongkar rumah kami. Pikir juga apa solusinya untuk kami. Itu kenapa kita mau
hadir dalam rapat ini, untuk duduk bersama mencari jalan keluar. Tapi ini malah
kami datang, terus bapak Bupati dan wakil Bupati yang tidak datang, padahl
beliau yang mengundang.”
“Kalau memang keputusannya paling
lama hari Minggu rumah kami harus terbongkar dan kami harus pergi, sepertinya
kami tidak akan lakukan itu. Karena biar bapak bongkar paksa itu rumah baru
minta kami bawa pindah, mau juga dipindahkan kemana. Itu ji satu-satunya rumah
ku.” Lanjut Hasna.
Alim yang juga merupakan anggota
SNB menambahkan apa yang sebelumnya disampaikan oleh Hasna.
Rudi Tahas atau yang kerap disapa
Injet ketua AGRA Bulukumba yang sejak awal terlibat aktif bersama warga
menentang upaya pengusuran tersebut juga angkat Bicara.
“Mereka yang hadir disini
tinggalnya di bola-bola (pondok) yang
sebenarnya tidak layak untuk mereka tempati sebagai tempat tinggal. Tapi karena
persoalan hidup dan mereka melihat peluang itu disana sehingga mereka kesana
dan bertahan hidup hingga saat ini. Meskipun pendapatnya pas-pasan, tapi bagi mereka
itu sudah cukuplah untuk bertahan hidup.” Jelas Injet.
Dia kemudian memaparkan data yang
mereka dapatkan langsung di lapangan “Data yang kami peroleh, terdapat puluhan
KK yang tidak memiliki tempat tinggal lain. Mereka yang sebelumnya di sebutkan
berasal dari Kasimpureng dan memiliki rumah disana ternyata tidak demikian. Di
Kasimpurang ataupun tempat lain, yang ada adalah rumah keluarga, orang tua dan
saudara. Itupun kebanyakan tinggal 3-5 KK dalam 1 atap. Itulah kami golonglan
tidak memiliki rumah. Pun mereka harus kesana nantinya, bagaimana aktivitas produksi
mereka berikutnya untuk bertahan hidup ? mereka hidup disitu untuk lebih dekat
mengakses pekerjaan mereka. Kalau mereka disuruh pindah dan jauh dari pekerjaan
mereka satu-satunya, bagaimana nasib mereka nantinya ? ingat disana ada sekitar
50 Balita dan Batita yang butuh gizi yang baik untuk hidup mereka. Belum lagi
dalam rancangan proyek, sama sekali tidak ada ruang yang terlihat untuk
masyarakat melakukan aktivitas produksinya. Jadi dalam masalah ini, memang di
Butuhkan solusi yang Bijak agar tidak ada pihak yang dirugikan.”
Kepada warga yang hadir dalam
pertemuan, ketua Tim, Djunaidi mengungkapkan bahwa ia akan menyampaikan
aspirasi yang disampaikan oleh warga dalam pertemuan ini kepada bupati
Bulukumba Andi Mukhtar. Namun, ia juga meminta kerja sama warga untuk mematuhi
perintah pengosongan kawasan Pantai Merpati.
“Bisa ditarik kesimpulan serupa
dari tiga suara tadi yaitu mau dibawa kemana warga ini. Jadi tadi saya bilang
hari ini sampai tanggal 30 Januari nanti waktu ta untuk bersihkan sendiri.
Selama itu juga beri waktu kepada saya untuk bicara dengan Bupati dan Wakil
Bupati. Menyampaikan apa yang menjadi masalah disini sehingga bisa lahir solusi
bijak. Saya juga sedih sebenarnya dengar semua apa yang disampaikan. Tapi yang
pasti, disitu harus dibersihkan. Dan saya minta kerjasamanya untuk mau
menyukseskan upaya pembangunan yang ada di Bulukumba.” Jelas Djunaidi.
Sebelum rapat berakhir, Salman
humas FPR Bulukumba menyampaikan pembangunan yang tidak partisipatif menjadi
sumber masalah.
“Setiap pembangunan di Bulukumba
sering terjadi penolakan bagi segelintir Masyarakat karena masyarakat sering
tidak dilibatkan dalam merencanakan pembangunan. Masyarakat sering dianggap
menjadi objek dalam pembangunan itu, padahal ujung-ujungnya yang disuruh untuk
berkonstribusi dalam menjaga dan menata adalah mereka. Water Front City (WFC)
tahun 2014 menjadi contoh pembangunan yang mendapatkan penolakan keras. Selain
karena analisis lingkungan yang dinilai memberi dampak buruk, juga berdampak
buruk bagi sumber mata pencaharian masyarakat. Disini, kalau dilihat dari fakta
yang disampaikan oleh teman-teman tadi, kenapa mereka lebih memilih pekerjaan yang
penuh resiko padahal ada pekerjaan lain. Sekarang misal, saat angin barat
disisilain banyak rumput laut yang hanyut. Saat itulah mereka akan dapat
memungut banyak rumput laut yang tersapu ombak, namun disisilain ada resiko yang
mengancam mereka tanpa adanya jaminan keselamatan kerja. Betapa berharganya
pekerjaan itu bagi mereka. Karena memang hanya itu satu-satunya sumber
penghidupan mereka.” Tegas Salman.
Hingga rapat berakhir, sikap
warga tetap sama yaitu menolak untuk membongkar rumahnya hingga batas waktu
yang telah diberikan dan memutuskan untuk tetap bertahan mengingat tidak ada
jaminan relokasi dari pemerintah. Warga juga akan melakukan kerja bakti di
kawasan pesisir dan di sekitar rumah mereka untuk memperindah pemandandangan
serta berharap dengan upaya tersebut pengosongan paksa tidak terjadi.
Disusun Oleh Tim Publikasi FPR Sulsel :
Bakrizal Rospa & Al Iqbal