Warga Pesisir Pantai Merpati Masih Bertahan dan Tolak Penggusuran !
Menjelang batas waktu pengosongan, terlihat para warga pesisir pantai Merpati masih bertahan di kediaman dan siap siaga mengantisipasi datangnya alat berat yang hendak membongkar rumah mereka. Mereka tidak bisa tidur dengan pulas sejak hari Selasa, 4 Januari 2022 setelah mendapatkan surat perintah dari Kecamatan Ujung Bulu perihal pengosongan pesisir pantai Merpati paling lambat hingga hari Sabtu, 15 Januari 2022. Tanah yang mereka tempati saat ini nantinya akan dijadikan sebagai pusat kuliner serta tempat untuk bersantai.
Keseriusan masyarakat pantai merpati untuk bertahan dibarengi dengan tindakan bersama untuk menyampaikan penolakan mereka melalui aksi penolakan yang digelar di depan kantor Bupati Bulukumba (Kamis, 13 Januari 2022). Hasna sebagai Koordinator aksi perwakilan Serikat Nelayan Bulukumba menyampaikan aspirasinya melalui orasi.
“Saya mohon pemerintah buka mata hatinya melihat warga. Tempat tinggal yang layak dan tempat mencari nafkah setiap harinya,Cuma itu yang kami minta. Kerja bukan dicerita, jangan dibongkar baru dicerita.” Teriak Hasna.
Sebanyak 3 rumah sempat di putus paksa aliran listriknya oleh PLN ketika mereka melakukan aksi, kini telah dipasang kembali setelah warga mendatangi kantor polisi untuk melaporkan tindakan tersebut sebagai pengrusakan dan pencurian. Namun polisi menolak menerima laporan tersebut serta meminta mereka untuk langsung mendatangi kantor PLN Ranting Panrita Lopi untuk mendesak pihak PLN menyambung kembali aliran listrik. Namun itu saja tidak cukup untuk membuat tidur mereka nyenyak, pasalnya pemkab Bulukumba dalam hal ini bapak Bupati Andi Muchtar Ali Yusuf masih belum bisa menjaminkan relokasi atau kemana mereka akan dipindahkan setelah penataan kembali pesisir pantai Merpati. Pemkab hanya menyediakan mobil pengangkut barang untuk warga mengosongkan lokasi dan memindahkan barangnya. Namun yang menjadi pertanyaan, barang itu akan di angkut kemana ?
“Hanya 3 KK yang tidak punya rumah lain selain yang mereka tempati saat ini pesisir pantai Merpati.” Kata bapak Bupati saat menemui massa aksi di depan Kantor Bupati Bulukumba pada Kamis 13 Januari 2022.
Humas FPR Bulukumba, Ahmad M Yahya merespon pernyataan Bupati adalah tidak benar. Dia memaparkan hasil temuan terakhirnya bahwa dari puluhan KK yang masih bertahan, 38 KK di antaranya tidak memiliki rumah sama sekali selain yang mereka tinggali saat ini.
“itu tidak benar , kami turun langsung ke lapangan bersama warga mengecek satu persatu dan kemudian ditemukan bahwa ada total 38 KK yang tidak memiliki rumah lain selain di pesisir pantai Merpati atau yang mereka tinggali saat ini yang tersebar di 2 kelurahan yaitu Terang-terang dan Bentenge. Angka yang kami dapat sungguh sangat jauh selisihnya dari apa yang di katakan oleh bapak Bupati.” Ujar Ahmad.
Ahmad menambahkan “Selain tempat tinggal, perlu juga di perhatikan soal pekerjaan dan sumber pencaharian utama mereka yang tinggal disana. Setelah kami data, mereka yang tinggal di pesisir pantai Merpati menggantung hidupnya di tempat tersebut. Dari yang bertani rumput laut, nelayan, pedagang kecil, hingga sekedar memungut rumput laut di pesisir yang tersapu oleh ombak.”
Saat menghadapi massa aksi, bupati Bulukumba juga sempat menyinggung hal tersebut. Beliau menyampaikan bahwa apa yang akan di bangun nanti tidak akan mengganggu aktivitas petani rumput laut.
“Warga tetap boleh mengelola rumput laut meskipun telah pindah dari tempat kawasan pesisir pantai Merpati. Sebab, apa yang kita akan bangun nanti tidak akan mengganggu wilayah kerja petani rumput laut. Jadi tidak ada yang dirugikan untuk itu.” Terang Bupati.
Namun jika dilihat dari desain gambar sementara pantai Merpati Bulukumba yang diterbitkan oleh Radar Selatan pada 13 Januari 2022, sangat kecil kemungkinan adanya ruang bagi petani rumput laut disana.
Ahmad pun memiliki pandangan yang sama terkait hal tersebut. “Berdasarkan desain gambar kawasan pantai Merpati yang kami dapatkan, proyek dengan anggaran Rp 10 Miliar ini akan didirikan diatas lokasi seluas 1,09 KM2 sehingga tidak hanya akan menggusur kawasan pemukiman warga, melainkan juga tempat pengeringan rumput laut, sandaran perahu yang dianggap kumuh dan tidak sejalan dengan semangat ‘penataan ulang’ ala pemerintah serta lokasi budidaya rumput laut warga yang menjorok keluar sekitar 300 meter dari bibir pantai akan ikut hilang.”
Kawasan pantai Merpati bukanlah merupakan tanah pemukiman yang disediakan oleh pemerintah, melainkan tanah yang timbul secara alamiah berdasarkan kondisi alam yang ada dan telah dihuni dan menjadi sumber penghidupan oleh warga setidaknya sejak tahun 1995. Begitulah yang dijelaskan dalam orasi Rudi Tahas yang merupakan ketua FPR Bulukumba dalam aksi penolakan rencana penggusuran bersama warga pesisir pantai Merpati.
“Kehadiran mereka di pesisir pantai Merpati semata-mata untuk hidup. Mereka kesana setelah melihat ada potensi untuk bisa bertahan hidup dengan menjadi nelayan dan petani rumput laut. Tidak mungkin mereka kesana untuk hujan-hujanan dan panas-panasan kalau mereka punya tempat tinggal dan tempat mencari nafkah yang layak di tempat lain. Tolong lihatlah mereka sebagai manusia yang juga butuh hidup seperti kita semua. Kami tidak mau lagi mendengar ada pejabat yang berkata SIAPA SURUH KO TINGGAL DISITU. Itu salah satu kata yang arogan, tidak seperti itu cara menghadapi rakyat yang berjuang sendiri untuk mendapatkan hidup yang lebih layak.” Tegas Rudi.
Penulis : Bakrizal Rospa