Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tentang Tradisi Memberi Parsel Untuk Dosen

Pemberian hadiah kepada dosen, dalam hal ini pemberian parsel kepada dosen dari mahasiswa yang menjalani proses penyelesaian studinya menjadi suatu hal yang saat ini banyak diresahkan oleh mahasiswa. Pemberian parsel ini pada dasarnya tidak memiliki landasan atau ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh pihak birokrasi kampus. Namun hal ini seperti menjadi budaya yang tidak bisa hilang ditengah kehidupan mahasiswa. Walau hal tersebut menjadi hal yang diresahkan tetapi banyak kemudian mahasiswa yang pasrah saja dan tetap melakukannya. Banyak yang khawatir akan buruknya nilai yang mereka dapat keika tidak memberikan hadiah kepada dosen. Tulisan ini dibuat dengan harapan keadaaan atau keresahan mahasiswa tersebut bisa terselesaikan dengan baik, kami akan menganalisis beberapa aturan yang bertentangan dengan budaya parsel tersebut.
Di suatu seminar di Universitas negeri islam syarif hidayatullah Johan Budi yang merupakan komisioner KPK pernah menyampaikan secara tegas bahwa memberi hadiah untuk dosen atau pembimbing skripsi sebagai bentuk terima kasih pada dasarnya pelanggaran yang termuat dibeberapa aturan Negara kita, sehingga hal ini tidak di perbolehkan karena dosen adalah penyelenggara Negara.
Salah satu aturan yang dimaksud adalah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Di pasal 11 dalam UU ini berbunyi “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut  ada hubungan dengan jabatannya” . Mahasiswa umumnya memberikan hadiah kepada dosen karena mereka berikir soal jabatan dosen tesebut yang memiliki kewenangan untuk menentukan nilai akhir, sehingga mereka memberikan hadiah dengan harapan bahwa nilainya akan baik. Atas hal tersebut kami menilai bahwa kondisi seperti ini sudah diantisipasi oleh Negara melalui pasal 11 diatas.
Pada dasarnya mebimbing dan menguji mahasiswa sudah mejadi tugas pokok dosen sehingga mahasiswa tidak perlu memberikan hal yang lebih kepada sang dosen. Dosen sudah mendapatkan gaji dari kerja bimbingannya.
Dalam pasal 7 poin b Permen no 17 tahun 2013 tentang jabatan fungsional dosen dan angka kreditnya, pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan oleh dosen diantaranya :
1.      Membimbing seminar
2.      Membimbing KKN
3.      Membimbing dan ikut membimbing dalam menghasilkan disertasi, tesis dan skripsi dan laporan akhir
4.      Melaksanakan tugas sebagai penguji pada ujian akhir
Empat poin tersebut, selain sebagian tugas pokok dosen yang tentunya sudah menjadi kewajiban untuk dilaksanakan dan sudah memiliki alokasi gaji atas kerjanya. Empat poin ini juga ternyata memiliki efek yang lebih bagi sang dosen yakni kegiatan tersebut menjadi perhitungan dalam mendapatkan angka kredit dimana angka kredit adalah akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh dosen dalam rangka pembinaan karir kepangkatan atau jabatan. Bisa diartikan secara sederhana bahwa ketika dosen melakukan tugas bimbingan skripsi ia juga akan mendapatklan poin yang akan berpengaruh terhadap proses kenaikan pangkatnya.
Selain UU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang menjelaskan tentang melarang dosen menerima hadiah atau imbalan atas proses pembimbingannya, juga ada dalam permen nomor 17 tahun 2013 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang tertuang pada pasal 181 sebagai berikut ini :
Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan  maupun kolektif, dilarang:
a. Menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan  pakaian seragam di satuan pendidikan; 
b. Memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan  pendidikan;
pasal ini tegas melarang dosen menjual buku dan perlengkapan pendidikan lainnya serta memungut biaya bimbingan kepada peserta didiknya.
Dosen dalam memberikan penilaian tentunya tidak bisa seenaknya saja menilai hasil kerja mahasiswa, penilaian tidak boleh berhubungan dengan hadiah yang diberikan oleh mahasiswa. Profesionalisme dosen dalam pemberian nilai merupakan hal yang harus dilakukan pada saat ini demi kemajuan pendidikan kita. Memang betul dosen punya kebebasan dalam memberikan penilaian yang tidak bisa diganggu oleh siapa pun, namun hal yang mesti diingat bahwa kebebasan dosen tersebut tidaklah sebebas-bebasnya. Kebebasan penilaian itu harus sesuai dengan kriteria dan prosedur serta harus dilakukan secara objektif, transparan dan akuntabel. Hal ini sesuai dengan pasal 29 PP nomor 37 tahun 2009 tentang dosen.
Mahasiswa harus mampu membuang  jauh-jauh budaya memberi bingkisan dalam bentuk apapun kepada siapapun unsur perguruan tinggi dengan harapan pamrih berupa nilai dan kemudahan dalam akademik. Karena hal itu membuktikan ketidakpercayaan diri mahasiswa pada pengetahuan serta pemahamannya selama ini. Dalam upaya peningkatan rasa percaya diri mahasiswa harus melatih diri, Tempat yang paling memungkinkan untuk melatih diri tersebut adalah dengan berorganisasi. Karena wadah organisasi ini akan menunjang peningkatan pengetahuan, kemampan serta pengalaman mahasiswa, sebab ruang kuliah/akademik tidak cukup untuk itu semua.
Suatu hal yang harus terus kita yakini bahwa mahasiswa adalah golongan intelektual sehinga  harusah  berpikir ilmiah, rasional dan berani menyampaikan fakta serta realita yang ada. Mereka juga harus memiliki wawasan yang luas dalam mengatasi suatu problema atau berbagai peristiwa yang menyangkut kemajuan pendidikan. Tanpa adanya keberanian dari mahasiswa untuk menyampaikan kritik atau gagasan, maka dunia pendidikan tidak akan mampu mecerdaskan kehidupan bangsa. Dilihat dari arti pentingnya mahasiwa dalam mendukung kemajuan  dunia pendidian, maka sudah menjadi keharusan mahasiswa untuk membangun dan mempraktekkan budaya ilmiah dikampus. Mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam mewujudkan keilmiahan didunia kampus.
Membangun  dunia pendidikan yang lebih baik dan maju haruslah kita bangun bersama baik mahasiswa maupun dosen. Dosen memiliki  peranan yang penting dalam membangun tradisi ilmah dikampus. Terlibat aktif dalam upaya menjadikan kampus sebagai ruang ilmiah yang objektif. Dosen juga harus berperan sebagai aktor utama untuk menghapuskan budaya terbelakang yang anti ilmiah dan tidak objektif di dalam kampus. Dosen harus menyadari akan pentingnya kedudukan dia dalam melatih dan memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengembangkan nalar kritis. Bisa dilakukan dengan memanfaatkan ruang kelas dengan memberikan ruang yang luas kepada mahasiswa untuk berekspresi dan juga mengemukakan pendapatnya. Sehingga terciptalah semangat ruang ilmiah saling belajar dan berbagi ilmu pengetahuan.
Semangat mahasiswa untuk lebih rajin dalam mengembangkan dirinya tentu juga dipengaruhi oleh objektifnya dosen dalam memberikan penilaian. Objektif penilaian itu bisa dilihat darisegi kedalaman penguasan teori dari mahasiswa, ketajaman analisis dan menyajikan solusi dan kecakapan dalam  praktik. Maka menjadi suatu keharusan bagi dosen untuk melakukan penilaian yang objektif untuk kemajuan pendidikan bangsa ini.
Pemberian hadiah atau parsel kepada dosen yang masih berlangsung sampai hari ini diberbagai kampus, terkadang dianggap sebagai sebuah tradisi. Anggapan inilah yang biasa dipakai oleh pemangku kebijakan dikampus untuk tetap mempertahankan pemberian parsel ini, menurutnya ia harus mempertahankan tradisi. Dalam KBBI tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Dari definisi tradisi tersebut, tradisi bisa bernilai negatif dan bisa positif.
Bukankah pendidikan lahir untuk memberikan pencerahan dan menyelesaikan persoalan  dalam menjalani kehidupan ini. Bukankah adanya pelarangan pemberian hadiah untuk dosen, dan kondisi mahasiswa yang resah dengan adanya tradisi pemberian hadiah sudah bisa membawa kita pada kesimpulan. Kesimpulan bahwa tradisi ini bernilai negatif dan sudah seharusya dihilangkan.
Masih dipertahankannya budaya parsel dikampus tentu akan melahirkan stigma bahwa kampus tersebut masih jauh dari keilmiahan, kampus masih mempertahakan budaya terbelakang dan jauh dari kemauan dunia pendidikan. Untuk menghilangkan budaya terbelakang tersebut haruslah di upayakan oleh mahasiswa dan dosen. Mahasiswa harus  percaya pada kemampuannya saat ujian dan yakin bahwa tanpa parsel ia bisa mendaptkan nilai yang bagus. Dosen juga harus berperan dengan cara menolak ataupun menegur dan menjelaskan kepada mahasiswa ketika ada yang memberikan parsel dengan maksud mempermudah problem akademiknya. Sehingga mampu mengangkat secara bersama integritas dosen sebagai pendidik yang baik dan patut dicontoh. Jika ini bisa dilakukan, maka budaya terbelakang dikampus yang sesungguhnya memberatkan mahasiswa bisa kita hilangkan.