Melawan Asap, Melawan Monopoli Tanah oleh Perkebunan Skala Besar
Sudah hampir
4 bulan rakyat di Sumatera dan Kalimantan dilanda asap akut akibat pembakaran
hutan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan skala besar. Tidak ada
upaya tegas yang dilakukan
pemerintahan Jokowi-JK untuk
menghentikan pembakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. Sejatinya persoalan
asap adalah permasalahn yang dimuculkan monopoli atas tanah oleh pengusaha
besar dan tuan tanah. Perluasan dan pengelolahan lahan yang dilakukan oleh
mereka dilakukan dengan cara membakar.
Secara
historis pembakaran lahan (hutan) oleh pengusaha besar dan tuan tanah sudah dimulai sejak masa orde baru
1982.Setidaknya mulai tahun 1997 hingga tahun 2015, pembakaran lahan menjadi
cara efektif dan efiesien bagi pengusaha besar dan tuan tanah besar dalam
menjalankan praktek perluasan dan pengelolahan lahan. Dapat dilihat bagaimana
kepemilikan monopoli lahan yang dilakukan oleh pengusaha besar dan tuan tanah
dan bahkan negara hingga saat ini.
Kebijakan Jokowi untuk
mengatasi kebakaran dan masalah asap justeru menguntungkan dan mendukung
kepentingan tuan tanah dalam melakukan perluasan perkebunanya. Sinar Mas group
melalui perusahaan Asia Pulp and Paper (APP), yang memonopoli tanah seluas
2.309.511 hektar dengan produksi 9,2 juta ton, sebagai pemasok pasar di 120
Negara adalah penguasaan tanah terbesar di Indonesia. Belum lagi usahanya
disektor perkebunan kelapa sawit masuk urutan pertama dari lima besar, dengan
penguasaan tanah seluas 788.907 hektar, kemudian disusul group Salim menguasai
413.138 hektar, group Jardine Matheson menguasai 363.227 hektar, group Wilmar
342.850 hektar, group Surya Dumai menguasai 304.468 hektar. Mereka juga akan segera menikmati keuntungan dari
paket-paket kebijakan ekonomi Jokowi.
Dampak asap
yang melanda Sumatera dan Kalimantan, telah membuat keadaan saudara-saudara
kita disana mengalami berbagai penyakit yang akut. Dari hari ke hari, tidak ada
perubahan siknifikan atas pencemaran asap di sumatera dan kalimantan. Saat ini
ISPU masih sangat tinggi khususnya di Palangkaraya yang mencapai 3000 dan PM
10. Sementara jika merujuk pada tanggap bencana terhadap asap, dijelaskan bahwa
di atas ISPU 400 sudah merupakan tingkat berbahaya dan masyarakat harus segera
dievakuasi. Tapi, kenyataannya hingga ISPU 3000 di palangkaraya tidak ada upaya
pemerintah untuk melakukan evakuasi terhadap korban. Demikian di Riau, Jambi, palembang, Pontianak
yang rata-rata ISPU di atas 500. Selain itu, bantuan akan obat-obatan, masker,
oksigen, masih sangat terbatas diberikan oleh pemerintahan Jokowi-JK. Contohnya
saja, masker yang harus dibutuhkan
saudara-saudara kita di Sumatera dan Kalimantan sebanyak 7 biji per
minggu. Tapi saat ini sebagian masyarakat terutama di daerah pedesaan ternyata
masih sangat kesulitan untuk mendapatkan masker. Akibat asap ini setidaknya
jumlah korban semakin meningkat. Hingga per 18 Oktober total korban ISPA di
Sumatera dan kalimantan telah mencapai angka 475.770 orang dan yang meninggal sudah
ada sekitar 10 orang. Selain penyakit
ISPA, rakyat juga mengalami penyakit iritasi, penyakit kulit hingga radang
paru-paru.
Ironinya,
dapat dilihat bahwa saudara-saudara kita di Sumatera dan Kalimantan masih saja
dikenakan biaya pengobatan. Seharusnya pemerintah sudah memberikan pelayanan
kesehatan gratis kepada seluruh korban asap di sumatera dan kalimantan. Karena
ini langkah untuk menyelamatkan saudara-saudara kita di sumatera dan
kalimantan, sehingga tidak banyak lagi korban yang nyawanya harus melayang.
Kemudian, sudah menjadi tanggung jawab negara untuk mengobati korban asap
secara gratis di saat bencana melanda apalagi asap disebabkan ulah dari mitra
bisnis pemerintah yakni korporasi perusahaan perkebunan. Saudara kita di Sumatera dan kalimantan akan
sangat terbebani apabila pengobatan masih saja dipungut. Karena seperti kita
ketahui bahwa akibat asap ini, membuat aktivitas ekonomi warga terganggu yang
otomatis membuat pendapatan mereka sangat tersendat.
Jika kita hanya
diam dan menunggu, berharap pemerintahan Jokowi-JK mau mencabut ijin perkebunan
skala besar si pembakar lahan tersebut, maka itu sangat mustahil akan
dilakukannya. Demikian pula jika kita berharap kebaikan Jokowi-JK melayani
penanganan korban asap Sumatera dan Kalimantan dengan maksimal, itu sama saja
ilusi dan akhirnya kita membiarkan suadara-saudara kita di Sumatera dan
kalimantan menderita berkepanjangan di tengah kepungan asap yang semakin
mengancam nyawa mereka. Oleh karena itu, hanya dengan aksi-aksi kemanusian dan
politik dari seluruh mahasiswa dan rakyat Indonesialah dapat menekan
pemerintahan Boneka AS Jokowi-JK agar minimal mau memberikan pengobatan gratis
dan mengevakuasi korban di Sumatera dan Kalimantan. Karena hakekatnya,
Jokowi-JK hanya akan “tunduk/terpaksa” pada kepentingan rakyat apabila kita
mampu menggelorakan perjuangan massa yang luas di kampus-kampus dan di tengah
rakyat.
Melihat
sikap pemerintah yang tidak serius menangani korban asap di Sumatera dan
Kalimantan tersebut maka penting bagi ita untuk kemudian melakukan aksi
kemanusiaan untuk mebantu mereka. Solidaritas dan kepedulian kita atas musibah
yang dialami saudara-saudara kita tentu sangat dibutuhkan di tengah kesulitan
akibat kabut asap ini, atas dasar inilah
kami dari beberapa organisasi melakukan inisiatif untuk membuka posko donasi
yang bernama “POSKO DONASI INDONESIA BANGKT” untuk menggalang bantuan
seluas-luasnya yang akan didistribusikan ke korban Kabut Asap yang saat ini
sangat membutuhkan bantuan masker, tabung oksigen, dan obat-obatan. Untuk didistribusikan
ke saudara-saudara kita yang menjadi korban kabut asap di Sumatra dan
Kalimantan.
Untuk itulah
kami mengajak kawan-kawan yang bersimpati atas bencana yang menimpa
saudara-saudara kita di Sumatra dan Kalimantan dengan berdonasi melalui “POSKO DONASI
INDONESIA BANGKT”. Seberapapun sumbangsih kita tentu akan sangat membantu
meringankan beban saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Saat ini Posko
Donasi kami buka di Kampus UNM Gunung Sari tepatnya di parkiran Depan
Perpusakaan Universitas.
Kemudian
persoalan asap bukanlah semata-mata aksi kemanusian yang kita jalankan, namun kita
juga harus menjalankan aksi politik untuk melawan borjuasi besar komprador,
tuan tanah besar, negara dan imperialisme khususnya AS. Kita harus mampu menyadari
bahwa asap disebabkan akibat adanya pembakaran hutan yang dilakukan borjuasi
besar komprador dan tuan tanah besar untuk kepentingan perkebunannya di Indonesia
yang memonopoli tanah.