Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

FPR SULSEL AKSI 20 TAHUN GERAKAN DEMOKRATIS 98 DAN KECAMAN TERHADAP PENANGKAPAN AZHARI


Makassar 21 Mei 2018. Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Selatan menggelar aksi dalam rangka memperingati 20 Tahun Gerakan Demokratis 98 dengan melibatkan puluhan massa aksi yang dilaksanakan di depan DPRD Kota Makassar. Dalam aksi tersebut FPR Sulsel mengusung tema 20 TAHUN GERAKAN DEMOKRATIS 98. PERKUAT DAN MAJUKAN PERJUANGAN RAKYAT, LAWAM KEBIJAKAN FASIS JOKOWI-JK UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRASI SEJATI. 

Gerakan demokratis 98 merupakan puncak perjuangan panjang pemuda mahasiswa serta rakyat tertindas lainnnya dalam meruntuhkan kediktatoran rezim fasis Suharto yang berkuasa selama 32 tahun. Sejak berkuasa berbagai macam tindak kekerasan, penculikan, pembunuhan dan berbagai bentuk pemberangusan demokrasi terus dilancarkan, demi stabilitas politik.Runtunya rezim fasis Suharto merupakan kemeangan kecil yang didapatkan oleh rakyat karena dapat membuka kran demokrasi untuk memperluas perjuangan.

Namua, ternyata paska lengsernya rezim suharto, hak demokratis rakyat ternyata tidak henti-hentinya terus diperjuangkan baik pada era Habibi hingga era Jokowi-JK. Bahkan kehidupan rakyat semakin merosot tajam dan demokrasi semakin dibelenggu dibawah kepemimpinan rezim Jokowi. Bisa kita lihat berbagai kebijakan yang terus dikeluarkan, nyata menunjukkan bahwa Jokowi adalah rezim yang fasis dan anti terhadap rakyat terutama rakyat miskin. Bukan hanya sektor pemuda mahasiswa, Buruh, tani, perempuan, hingga sektor-sektor lain menjadi korban sehingga membuat rakyat semakin menderita.


Yuspiansar selaku Koordinator Aksi dalam orasinya mengatakan “Dibawah rezim otoriter Soeharto telah menciptakan sistem yang merebut hak-hak demokrasi rakyat. Banyak regulasi yang diciptakan sejatinya untuk memudahkan investasi dan penghambaan kepada kapitalis modal internasional. Mengeluarkan UU Penanaman Modal Asing (UUPMA) sebagai jalan untuk melegalkan perampasan tanah. Kami lihat di era pemerintahan Jokowi-JK tdk ubahnya dengan pemerintah orde baru hanya berubah pelaku namun kebijakan tetap sama di masa orde baru memasifkan perampasan tanah di pemerintahan Jokowi-Jk mengintensifkan perampasan tanah. Suku adat minoritas semakin ditindas akibat dari rejim yg fasis menciptakan regulasi sejatinya menghamba pada imprealis. Hadirnya PP 78 tahun 2015 sebagai politik upah murah membuat buruh semakin menderita karena upahnya mengalami kenaikan yang sedikit sedangkan beban hidupnya mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Deskriminasi terhadap perempuan juga terlihat dari perbedaan upah yang diberikan dari perusaan. Pendidikan tidak demokratis lagi, sebab hadirnya UU Dikti dan UKT ditambah lagi baru-baru ini, pemerintah melaunchin Kredit pendidikan (Student Loan) yang pastinya akan semakin membuat akses rakyat terhadap pendidikan menjadi sempit dan semakin mencekik rakyat. Akibatnya, Pengangguran semakin bertambah selain karena tidak mampu membayar biaya pendidikan yang kian mahal juga karena Negara tidak menyiapkan lapangan pekerjaan yang layak dan mampu menyerap seluhur tenaga kerja yang ada di Indonesia. Demokrasi pun makin dibelenggu guna untuk menjaga iklim invetasi yang aman bagi Imperialis. Dengan hadirnya UU MD3, RKUHP, UU Ormas, Nota Kesepakatan (MoU) TNI dan Polri semakin membuktikan rezim Jokowi-JK adalah rezim yang fasis, anti demokrasi dan anti rakyat.”

Selain itu, Junaid Judda dari AGRA Sulsel juga memaparekan “20 tahun Reformasi ternyata tidak serta merta membuat rakyat semakin sejahterah. Namun, penindasan dan penghisapan masih terus dialami oleh rakyat Indonesia. Reforma Agraria – Perhutanan Sosial (RA-PS) ala Jokowi ternyata penerapannya semakin merampas tanah rakyat, dan terang bahwa kebijakan tersebut hanyalah ilusi yang dibuat oleh rezim untuk mengelabuhi rakyat karena ternyata RA-PS Jokowi tidak mengurangi monopoli terhadap tanah yang dikuasai oleh koorporasi atau bahkan Negara. Selain RA-PS, keberadaan Taman Nasional diseluruh Indonesia kenyataannya melahirkan persoalan baru bagi suku bangsa minoritas dan petani pemukim dan penggarap. Begitu pula dengan keberadaan Taman NAsional Kerinci Seblat (TNKS) di Merangin yang merampas tanah-tanah leluhur yang sudah sejak lama dimukimi oleh masyarakat disana. Azhari (ketua serikat petani) adalah salah satu korban yang dipenjara akibat dari keganasan TNKS.”


Aksi tersebut meskipun dilakukan pada bulan ramadhan dengan kondisi massa aksi yang sedang menjalankan ibadah puasa ternyata tidak membuat semangat massa aksi juga ikut menurun. Terbukti dari antusias massa aksi pada saat menjalankan aksi serta yelyel dan nyanyian-nyanyian yang tidak henti-hentinya dilantunkan sepanjang aksi. Setelah pembacaan pernyatan sikap, Massa aksi menutup aksinya dengan membuat Video Kecaman terhadap penangkapan Azhari yang memperjuangkan tanahnya yang dirampas oleh TNKS dan menuntut agar beliau dibebaskan tanpa syarat serta menghentikan operasi TNKS dan membagi-bagikan tanah kepada Masyarakat Merangin.

Aksi yang berakhir pukul 17.21 wita dilanjutkan dengan evaluasi disekretariat FMN Ranting UNM sembari berbuka puasa bersama. 



Al Iqbal
Dept. Pendidikan dan Propaganda
FMN Cabang Makassar