Menuju Hari Tani Nasional 2018, AGRA Sulsel Mengadakan Seminar Agraia.
(Foto bersama Seminar Agraria)
Bulukumba, 22 September 2018. Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Sulawesi Selatan mengadakan Seminar Agraria di gedung PKK Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Seminar yang mengangkat tema “Menapak Jalan Penyelesaian Konflik Agraria di Bulukumba” menghadirkan 3 pembicara. Diantaranya Tomy Satria Yulianto selaku wakil Bupati Bulukumba, Firmansyah dari LBH Makassar dan Rudy Tahas Selaku Ketua AGRA Cabang Bulukumba. Kegiatan tersebut dihadiri oleh puluhan anggota organisasi AGRA dari berbagai ranting serta berbagai organisasi lainnya.
(Askar, Pimpinan AGRA Sulsel Sekaligus Moderator)
Kegiatan dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia raya serta sepatah kata dari moderator. Askar selaku moderator Seminar yang juga merupakan pimpinan AGRA Sulsel menyampaikan bahwa seminar ini diadakan sebagai rangkaian menuju Hari Tani Nasional 2018 dan Konferensi Wilayah AGRA Sulsel.
Wakil bupati Bulukumba dalam seminar tersebut mengatakan “konflik bukan mengarahkan pihak yang terlibat kepada hal-hal yang negatif atau anarkis dan penyelesaiannya pun ada beberapa skema. Konflik tentang pengelolaan sumber daya alam hampir terjadi di beberapa wilayah Indonesia atau komunal property right. Konflik antara masyarakat adat dengan pemerintah sangat rawan terjadi. Posisi PT. Lonsum di daerah kita memang sudah seratus tahun lebih, itulah yang mendasari kenapa dalam perjalanannya sampai saat ini sering melakukan tindakan-tindakan yang faktanya lebih kepada pengrusakan alam ataupun bertentangan dengan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat. Dalam pengukuran lahan HGU PT. Lonsum juga tidak dibarengi dengan tapal batas untuk menandai mana yang menjadi penanda antara HGU perusahaan dengan lahan masyarakat adat itu sendiri.”
(Tomy Satria Yulianto, Wakil Bupati Bulukumba)
Ia juga menambahkan “Berangkat dari hal tersebut, maka apa yang saya katakan tadi tentang penyelesaian konflik yang menimbulkan efek negatif itu sebisa mungkin bisa di hindari. Perlu juga dipahami bahwa konflik ini sebisa mungkin diselesaikan dengan cara-cara yang positif misalnya dengan langkah mediasi dan negosiasi seperti yang baru-baru ini kita lakukan diruangan wakil bupati. Sekali lagi saya katakan bahwa PT. Lonsum memang belum membawa dampak kesejahteraan bagi masyarakat di wilayah sekitar PT. Lonsum. Posisi AGRA dalam hal ini harus membekali masyarakat adat Kajang membicarakan terkait resolusi konflik yang sudah lama tidak terselesaikan.”
Pembicara selanjutnya yaitu Firmansyah dari LBH Makassar yang menyampaikan beberapa hal tentang dasar-dasar konflik sampai pada penyelesaiannya dari persfektif hukum. “Hak dalam hal ini yang menjadi perjuangan masyarakat adat kajang adalah hal yang tidak bisa dinegosiasikan. Masyarakat adat telah mendapat pengakuan dari pemerintah untuk menghormati hak-haknya. Masyarakat kajang dalam hal ini juga sudah mendapatkan pengakuan melalui perda yang dikeluarkan pada tahun 2016. Pengakuan maksudnya bukan pemberian dari pemerintah melainkan masyarakat adat sebagai subjek hukum yang setara dengan pemerintah.”
(Firmansyah, LBH Makassar)
“Berbicara mengenai konflik agraria memang masih banyak persoalan mengenai kesalahan persepsi, orientasi, konsepsi kekuasaan dan pengeruntukan. Melihat dari konflik yang terjadi pada masyarakat kajang bahwa negara telah keliru dalam mengelola sumber daya alamnya. Dari dulu memang sudah gagal Karena pada saat revolusi tidak menjalankan satu syarat yang itu land reform. Masyarakat adat tidak bisa dilihat dari sudut pandang dari materi atau nilai, akan tetapi sebagai masyarakat yang mempunyai kearifan lokal telah didaulat menjadi penjaga eksosistem. PT. Lonsum selama ini kita liat sebagai investor dengan iming-iming mensejahterakan masyarakat sampai hari ini tidak ada bukti atau faktanya. Malah yang terjadi sesungguhnya adalah memberikan penderitaan rakyat disekitar lahan HGU PT. Lonsum. Intinya konflik agraria hanya melahirkan kemiskinan-kemiskinan baru. Kemudian apakah masih pantas PT Lonsum masih pantas berada di Bulukumba berangkat dari beberapa pertimbangan, yaitu pengakuan lahan masyarakat adat kajang, dampak lingkungan, serta kewajibannya dalam konteks masyarakat.” Tambahnya.
Pembicara yang terakhir pada kegiatan ini adalah Rudy Tahas selaku pimpinan AGRA cabang Bulukumba menyampaikan bahwa “Acara seminar ini adalah salah satu rangkaian menuju aksi puncak Hari Tani Nasional ke-58 di Bulukumba. Dalam kesempatan ini AGRA juga mengajak beberapa organisasi yang hadir dalam acara seminar untuk bergabung dalam aksi tersebut. Lebih lanjut konflik agraria yang terjadi sampai hari ini itu tidak terlepas dari kondisi negara yang sampai saat ini tidak pernah bisa menunjukkan keberpihakannya terhadap rakyat. Konflik agraria dalam hal ini di kawasan adat kajang merupakan sebuah wujud nyata dari negara yang tidak bisa melindungi hak hidup rakyatnya. PT. Lonsum telah menjadi satu representatif dari tindakan korporasi di negeri kita. Perusahaan itu telah memberikan penderitaan yang berkepanjangan bagi masyarakat di kawasan adat maupun bagi karyawannya sendiri. Perusahaan karet yang menguasai kurang lebih 5.784,46 Ha lahan tidak hanya menjadi perampas lahan, akan tetapi juga menjadi perampas hak rakyat lainnya seperti pengrusakan sumber-sumber mata air maupun lahan pekuburan umum. Untuk karyawannya sendiri pernah kawan AGRA dapati BPJSnya tidak berlaku di rumah sakit padahal struk gaji tertera rincian potongan iuran BPJS.”
(Rudy Tahas, Ketua AGRA Cabang Bulukumba)
“Tidak hanya itu, Selain tertindas langsung oleh PT. Lonsum, masyarakat juga tertindas dengan diterapkannya kawasan TAHURA / Taman Hutan Raya. Tidak main-main, 3.475 Ha lahan di klaim sebagai kawasan TAHURA yang mengakibatkan banyak masyarakat yang terusir dari tempat tinggalnya. Maka memang tidak ada jalan lain selain terus memperbesar organisasi kita, sebab dengan berorganisasi maka kita akan terus melawan penindasan yang menrugikan dan menghisap rakyat termasuk petani." Tambah Rudy.
Kegiatan yang dimulai pada pukul 10.30 wita dan berakhir pada pukul 13.45 wita ini berjalan dengan lancar dan mendapat respon baik dari peserta seminar. Bisa dilihat dari keaktifan pesera dalam bertanya maupun memberi pendapat.
Selanjutnya sebagai kesimpulan bahwa sudah menjadi hal yang wajar ketika kita menjadikan masalah yang terjadi Bulukumba sebagai masalah bersama dan harus diselesaikan secara bersama pula. Serta menjadi tugas bersama bahwa terlepas dari kepentingan pribadi, kepentingan untuk terus berjuang melawan setiap bentuk perampasan lahan adalah menjadi hal pokok. Maka dari itu meskipun banyak hal yang masih kendala dalam pembangunan organisasi akan tetapi ketika kita disiplin dalam menjalankan program perjuangan maka kita akan semakin besar dan secara perlahan akan meraih kemenangan yang nyata.
Reporter : Faisal (AGRA Sulsel)
Editor : Al Iqbal (FMN Makassar)