KONDISI RAKYAT PADA BULAN SUCI RAMADHAN 2019 M/1440 H
Marhaban Ya Ramadhan
Kami dari keluarga besar Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Makassar Mengucapkan Selamat menjalankan ibadah puasa bagi rekan muslim yang selalu dimuliakan Allah SWT.
Bulan suci ramadhan ini tentunya selalu dinanti oleh umat muslim yang ada diseluruh penjuru dunia. Karena bulan ini dipercayai sebagai bulan dimana seluruh umat muslim didunia dapat memperbaiki diri dan melawan hawa nafsunya, sehingga setiap bulan ramadhan selalu dijalankan dengan hati dan pikiran yang bersih dan suci.
Dalam menjalankan ibadah puasa kita bisa belajar banyak hal. Kita dapat melawan HAWA NAFSU UNTUK KESENANGAN SENDIRI karena hal tersebut merupakan tanda bahwa kita masih tergolong dalam tingkat kecerdasan yang masih rendah (QS. At-Tin: 5), Selalu JUJUR, melawan sikap selalu MERENDAHKAN ORANG LAIN, selalu DISIPLIN, selalu BERSABAR, dll.
Dibulan yang penuh berkah ini, ternyata rakyat Indonesia tidak serta merta terlepas dari penderitaan yang berkepanjangan. Perampasan tanah, upah yang rendah, biaya kuliah yang mahal, pencabutan subsidi, kenaikan harga kebutuhan pokok, rendahnya harga hasil produksi petani, tindakan represif bagi mereka yang memperjuangkan haknya, dsb. Itu semua masih dirasakan oleh rakyat saat ini.
Saat menjelang bulan ramadhan, kenaikan bahan pokok terus saja terjadi. Di Jakarta, harga ayam potong mencapai harga Rp. 40.000 – Rp. 45.000 dari harga sebelumnya Rp. 27.500 – Rp. 28.500, dan kenaikan harga terjadi setiap harinya. Bawang merah semula seharga Rp 35.000/Kg naik menjadi Rp 50.000/Kg. Begitu juga dengan bawang putih yang semula seharga Rp 60.000/Kg naik menjadi Rp 80.000/Kg, cabai keriting dari semula seharga Rp 30.000/Kg naik menjadi Rp 40.000/Kg, cabai rawit dari semula seharga Rp 40.000/Kg naik menjadi Rp 50.000/Kg serta cabai merah dari semula Rp 45.000/Kg naik menjadi Rp 75.000/Kg. (Sumber : http://wartakota.tribunnews.com)
Di Aceh, Harga cabai merah menlonjak menjadi Rp. 55.000 – Rp. 60.000/Kg dari harga sebelumnya Rp. 25.000/Kg. Harga bawang merah juga meningkat Rp. 40.000/Kg. Begitupun dengan telur, meningkat menjadi Rp. 40.000/Lemping (isi 30 butir). (Sumber : Rencongpost.com). Di Kalimantan Tengah, tepatnya di pasar tradisional Kuala Kurun, harga daging ayam meroket dari harga Rp. 40.000 menjadi harga Rp. 50.000 – Rp. 55.000/Kg. Begitupun dengan bawang merah dan bawang putih, jika harga-harga sebelumnya Rp. 35.000/Kg, kini meningkat menjadi Rp. 60.000/Kg. (Sumber : Kaltengpos.com)
Di Makassar sendiri, harga sembako juga mengalami kenaikan. Seperti yang ditemukan disalah satu pasar tradisional yang ada di Makassar (Pasar Terong) yang ramai dikunjungi oleh ibu-ibu rumah tangga. Dipasar tersebut harga bawang putih melambung tinggi dari harga semulanya yaitu Rp. 25.000/Kg menjadi Rp. 45.000/Kg. Bawang putih kini naik menjadi harga Rp. 30.000/Kg. Ayam potong dari harga Rp. 32.000/Kg menjadi Rp. 45.000/Kg. Ditempat berdeba, tepatnya di pasar Pabaeng-baeng, harga bawang merah melonjak drastic dari harga Rp. 30.000/Kg, meningkat menjadi Rp. 50.000/Kg. Begitupun dengan bawang putih, yang tadinya seharga Rp. 25.000/Kg menjadi Rp. 45.000/Kg. Kebanyakan pedagang di pasar tradisional tersebut tidak mengetahui alasan kenaikan harga-harga sembako tersebut. Dan mereka juga mengakui agak kesulitan menyesuaikan dengan harga yang meningkat drastic itu sehingga banyak yang merasa dirugikan. (Sumber : Sindonews.com) Banyak ibu-ibu yang mengeluh karena pelonjakan harga tersebut. Seperti halnya kenaikan harga bawang putih yang menjadi bumbu dapur andalan para ibu rumah tangga untuk menyajikan makanan untuk berbuka puasa maupun sahur. Hal tersebut pasti sangat memberatkan bagi para ibu rumah tangga. Karena tidak mungkin mereka hanya menggunakan bawang merah untuk penyedap masakan mereka. Begitupun dengan kenaikan harga ayam potong dan telur, sehingga mereka harus terpaksa membatasi konsumsi ayam potong dan telur dibulan yang penuh berkah ini.
Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok ini bukan tanpas sebab. Semua bisa dilihat dari beberapa regulasi yang berkembang belakangan ini. Mulai dari kenaikan harga BBM nonsubsidi yang dibarengi dengan semakin seringnya ditemukan dipertamina-pertamina bahwa BBM jenis premium (Bersubsidi) dalam keadaan kosong, yang memaksa para pengguna kendaraan bermotor termasuk distribusi hasil produksi dari desa ke kota maupun sebaliknya menggunakan BBM jenis Pertalite dan Pertamax (Nonsubsidi). Otomatis itu mengakibatkan peningkatan biaya produksi dan membuat penambahan harga pada saat penjualan. Ditambah lagi dengan pencabutan Subsidi Listrik 900Va pada 1 Mei 2017 yang secara otomatis membuat TDL semakin meningkat. Semua hal diatas, baik peningkatan harga BBM dan Pencabutan Subsidi listrik secara langsung akan mempengaruhi kenaikan biaya produksi baik industry maupun sector pertanian, yang secara otomatis meningkatkan kebutuhan hidup rakyat.
Selain itu, kenaikan harga juga disebabkan karena tidak berdaulatnya petani (tidak tersedianya lahan, alat produksi dan bibit yang terjangkau) untuk memenuhi kebutuhan barang pokok yang ada di Indonesia. Kepemilikan tanah kaum tani di Indonesia yang hanya memiliki tanah rata-rata 0,5 hektar. Kalah dari Jepang yang memiliki rata–rata 1,57, kemudian Korea Selatan 1,46, maupun Thailand seluas 3,2 Hektar. Selain itu akibat monopoli, kaum tani di Indonesia juga termasuk yang memiliki level mekanisasi pertanian paling rendah, sehingga produktivitas pertanian di Indonesia juga sangat rendah. Ditambah lagi banyaknya regulasi maupun instrument yang sengaja dilahirkan untuk membatasi ruang gerak petani kita. Seperti perampasan tanah, harga bibit yang terlampau mahal serta alat produksi yang mahal pula. Sehingga mereka dinilai tidak mampu untuk memenuhi permintaan terhadap kebutuhan bahan pokok yang ada di Indonesia. Sehingga solusi yang dilahirkan oleh pemerintah menghadapi melonjaknya permintaan dibulan suci ramadhan ini yaitu meningkatkan impor. Tentu monopoli oleh Negara dan perusahaan besar asing akan sangat senang dengan solusi yang diberikan oleh pemerintah tersebut. Sehingga momentum kenaikan harga bahan pokok ini menjadi moment yang dinanti oleh perusahaan-perusahaan besar asing bahkan Negara untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari rakyat Indonesia.
Mirisnya, Kenaikan bahan pokok tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahtraan masyarakat dan upah yang layak bagi buruh. Disektor petani, Kita bisa melihat data Publikasi BPS. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) April 2019 turun 0,49% secara bulanan. Sejak awal tahun 2019, NTP memang terus mengalami penurunan. NTP ini adalah salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani. Semakin tinggi NTP maka semakin tinggi pula kemampuan/daya beli petani. Disektor lain, buruh/pekerja yang ada di Indonesia juga semakin mengalami penderitaan dengan lahirnya PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan peningkatan upah pada tahun 2019 hanya berkisar 8,03% semakin merosot dari tahun sebelumnya yaitu 8,71%. Itu semua adalah akal-akalan rezim untuk menyediakan tenaga kerja murah bagi industry besar asing maupun nasional yang bercokol di Indonesia.
Kaum tani yang berkisar 60% dan buruh yang berkisar 30% dari jumlah penduduk di Indonesia membuktikan bahwa mayoritas penduduk yang ada di Indonesia berprofesi sebagai petani dan buruh. Tapi, NTP semakin berkurang dan peningkatan upah bagi Buruh yang semakin merosot sudah jelas menjadi masalah besar dibulan Ramadhan ini. Karena mereka sudah diberatkan dari bermacam-macam kebutuhan mulai dari melonjaknya harga kebutuhan barang pokok, hingga pencabutan subsidi listrik yang mengakibatkan semakin meningkatnya pembayaran listrik rakyat tiap bulan. Belum lagi, bagi anak petani dan buruh yang yang mengenyam pendidikan tinggi, mereka tidak lama lagi akan diperhadapkan dengan pembayaran SPP dan UKT yang tiap tahun makin mahal sejak ditetapkannya UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang sarat akan liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan.
Dari 63,82 juta orang pemuda di Indonesia. Justru aksesibilitas pemuda terhadap pendidikan di Indonesia sangatlah sulit. Secara umum, pendidikan tertinggi pemuda didominasi oleh pemuda yang tamat SMA/sederajat sebesar 36,89 persen dan tamat SMP/sederajat sebesar 32,18 persen. Untuk tamatan pendidikan tinggi, hanya 9,71 % pemuda yang mampu menamatkan pendidikan tinggi. Bahkan pada tahun 2018, dari total lulusan SMA/sederajat yang dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi negeri maupun swasta hanya 34%. Hal demikian tidak terlepas dari mahalnya biaya pendidikan yang harus ditanggung rakyat, sebab negara kian abai menjalankan kewajibannya dalam mengadakan pendidikan.
Dari 63,82 juta orang pemuda di Indonesia. Justru aksesibilitas pemuda terhadap pendidikan di Indonesia sangatlah sulit. Secara umum, pendidikan tertinggi pemuda didominasi oleh pemuda yang tamat SMA/sederajat sebesar 36,89 persen dan tamat SMP/sederajat sebesar 32,18 persen. Untuk tamatan pendidikan tinggi, hanya 9,71 % pemuda yang mampu menamatkan pendidikan tinggi. Bahkan pada tahun 2018, dari total lulusan SMA/sederajat yang dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi negeri maupun swasta hanya 34%. Hal demikian tidak terlepas dari mahalnya biaya pendidikan yang harus ditanggung rakyat, sebab negara kian abai menjalankan kewajibannya dalam mengadakan pendidikan.
Pada Bulan Suci Ramadhan 1440 H, rakyat masih merasakan penderitaan. Maka dari itu, kami menyerukan kepada seluruh Pemuda Mahasiswa terkhususnya anggota FMN Makassar untuk terus belajar, berorganisasi dan berjuang demi kepentingan Massa. Sebab “PUASA MENGAJARKAN KITA UNTUK MENINGKATKAN KESABARAN DAN KEIKLASAN DALAM MENGABDIKAN DIRI PADA RAKYAT.”
Soppeng, 6 Mei 2019
Dept. Pendidikan dan Propaganda
FMN Cabang Makassar
AL IQBAL