FMN Siap Aksi Massa May Day 2018 untuk Berjuang Bersama Klas Buruh dan Kaum Tani Melawan Kebijakan dan Tindasan Rezim Jokowi-JK
Front Mahasiswa Nasional (FMN) akan melakukan aksi massa nasional dalam memperingati Hari Buruh Sedunia (May Day) tahun ini. Aksi massa akan diglear di 135 kampus di 22 kabupaen/kota yang mencakup 16 Provinsi, yakni: Sumatera Utara, Jambi, Riau, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Aksi ini menjadi salah satu bentuk nyata dari pelaksanaan prinsip gerakan mahasiswa yang bertalian erat dengan rakyat tertindas, khususnya klas buruh dan kaum tani.
Dalam momentum May Day tahun ini, FMN tergabung dalam aliansi multisektoral Front Perjuangan Rakyat (FPR) yang mengkoordinasikan aksi di 21 Provinsi dan di luar negeri yaitu Hong Kong. Komitmen tersebut didasari oleh kesamaan perspektif politik anti imperialisme, feodalisme dan kapitalis birokrat. FMN memandang bahwa klas buruh dan kaum tani adalah aliansi dasar yang akan memimpin perubahan sejati bagi rakyat Indonesia. Atas dasar itu, FMN mengusung tema dalam May Day tahun 2018 ini dengan tajuk “Majukan Perjuangan Pemuda Mahasiswa Bersama Rakyat Tertindas untuk Melawan Kebijakan dan Tindasan Fasis Rezim Jokowi-JK”.
FMN juga telah mengkonsolidasikan seluruh jajaran organisasi untuk menyongsong May Day dengan berbagai kegiatan, seperti edukasi, propaganda, hingga kampanye massa. Acara panggung budaya, aksi piket, aksi selebaran, mimbar bebas akan terus mewarnai kampus-kampus di Indonesia. Semua itu dilakukan untuk memajukan kesadaran mahasiswa agar semakin giat berjuang bersama rakyat, mengabdikan ilmu pengetahuan, tenaga dan seluruh kemampuannya untuk kemajuan rakyat.
Tema dan seluruh kegiatan kampanye didasarkan pada situasi rakyat Indonesia yang terbelenggu sistem Setengah Jajahan Setengah Feodal. Dominasi imperialis Amerika Serikat (AS) dan feodalisme melalui rezim boneka Jokowi-JK adalah sumber petaka dan kemerosotan hidup rakyat. Dominasinya di lapangan politik, ekonomi, kebudayaan dan militer, menjadikan rakyat Indonesia sebagai sasaran utama eksploitasi dan pemiskinan.
Di bawah rezim Boneka Jokowi-JK, kondisi klas buruh justru semakin merosot. Paket Kebijakan Ekonomi, proyek strategis nasional dan kebijakan neoliberal lainnya, justru semakin memassifkan perampasan upah, tanah dan kerja. Upah buruh pada setiap tahunnya digantungkan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional, sehingga kenaikan upah setiap tahunnya tidak dapat melebihi 10%. Dalam 3 tahun penerapan PP 78/2015 (PP Pengupahan), upah buruh hanya naik rata-rata 8% (8,71 % di tahun 2018). Upah yang begitu rendah juga harus dirampas melalui pajak yang tinggi, biaya jaminan sosial, dan kenaikan harga kebutuhan pokok, BBM, listrik, dan kebutuhan lainnya. Dengan kata lain, defisit upah buruh semakin besar karena kenaikan upah yang rendah tidak akan sebanding dengan tingginya kenaikan biaya kebutuhan hidup.
Rezim anti buruh Jokowi-JK juga menjalankan program Pemagangan Nasional yang semakin menjerat klas buruh dalam politik upah murah dan ketidakpastian kerja yang layak. Program tersebut didukung oleh ribuan perusahaan karena sistem magang hanya memberikan uang saku (upah) sekitar 60-70 % dari upah minimum, namun beban pekerjaan yang sama dengan buruh tetap. Demi memuluskan program pemagangan, sektor pendidikan menjadi korban. Pemerintah akan memperbesar jumlah sekolah kejuruan dan perguruan tinggi vokasi demi memenuhi target ketersediaan tenaga kerja (magang) yang dibayar murah. Kondisi ini menjadi kenyataan masa depan yang semakin suram bagi pemuda, termasuk mahasiswa.
Institusi pendidikan tinggi telah memainkan peranan penting dalam melegitimasi seluruh kebijakan anti rakyat tersebut. Kampus-kampus memberikan pelayanan, mencurahkan tenaga dan pikiran untuk melegitimasi, dan menopang program-program yang membohongi rakyat melalui berbagai tipu daya. Kampus melalui lembaga riset, studi, dosen, profesor dan guru besar terus memproduksi ilmu pengetahuan, teori dan hasil riset yang justru berpihak pada perampasan upah buruh. Para profesor di kampus menyampaikan bahwa upah buruh tidak dibenarkan jika terlalu tinggi. Pikiran ini dimaksudkan sebagai wujud keramahan terhadap investasi dan demi perputaran roda ekonomi dalam negeri. Ini adalah ilusi dan kebohongan yang ditransformasikan kepada mahasiswa dan rakyat.
Momentum May Day tahun ini, gerakan buruh dan rakyat Indonesia juga akan dihadapkan dengan kontestasi elektoral; Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019. Kontestasi seperti ini berpotensi besar menarik dan memobilisasi rakyat, khususnya pemuda mahasiswa dalam gesekan horizontal, dan terjebak politik praktis dukung-mendukung calon karena ilusi janji perubahan nasib. Untuk itu, FMN harus tetap fokus dan memperluas edukasi dan kampanye massa untuk membangkitkan, mengorganisasikan dan menggerakan pemuda mahasiswa agar semakin giat berjuang bersama klas buruh dan seluruh rakyat tertindas di Indonesia.
Secara bangga FMN yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) juga menyampaikan bahwa pada 1 Mei 2018 merupakan momentum 10 Tahun kiprah FPR sebagai aliansi multisektoral. Aliansi yang terus konsisten berjuang melawan imperialisme dan feodalisme.
FMN berpandangan bahwa, pemuda mahasiswa harus secara konsisten berjuang bersama rakyat. Memperbesar organisasi dan memajukan perjuangan adalah syarat mutlak yang harus ditempuh oleh FMN. Demi kemenangan rakyat untuk mewujudkan reforma agraria sejati sebagai syarat terbangunnya industri nasional yang mandiri dan berdaulat. Karena hanya dengan itu perjuangan pemuda mahasiswa untuk mewujudkan sistem pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi kepada rakyat akan menemui kemenangannya.
Jakarta, 27 April 2018
Hormat Kami,
Pimpinan Pusat FMN
Symphati Dimas R
(Ketua Umum)
Kontak: 081805227040/Badar