FPR
Sulsel Menggelar Aksi Dalam Rangka Memperingati Hari Petani Tak Bertanah.
Massa
aksi dari beberapa organisasi yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat
(FPR) Sulawesi Selatan melakukan aksi dalam menyambut Hari Petani Tak Bertanah
/ Peasants Of Landless di depan kantor DPRD Kota Makassar. (Kamis 29/03/2018).
Hari
Petani Tak Bertanah ini dideklarasikan pada 29 Maret 2014 di Penang, Malaysia. Pertemuan itu dihadiri
oleh organisasi anggota APC (Asian Peasant Coalition) dari berbagai Negara di
Asia, terdiri dari Petani, Nelayan, Masyarakat Adat, Perempuan pedesaan dan
Pemuda Tani serta organisasi non pemerintahan yang terlibat aktif dalam
pengawalan terhadap kasus perampasan tanah dan monopoli terhadap tanah.
Dideklarasikannya Hari Ketiadaan Tanah ini bertujuan untuk memperluas pemahaman
akan bahaya monopoli tanah dan sumber agraria oleh segelintir orang.
Indonesia
yang dikenal sebagai Negara agraris ternyata tidak menjamin kesejahtraan bagi
masyarakatnya yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Tercatat, separuh dari
penduduk Indonesia atau 56% penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai petani
hanya menguasai 0,5 ha. Sedangkan 35,8 juta ha dikuasai hanya oleh 531
perusahaan. Hal tersebut sudah menggambarkan bagaimana ketimpangan penguasaan
lahan yang terjadi di Indonesia.
Program
Reforma Agraria – Perhutanan Sosial (RA-PS) Jokowi-JK yang katanya menjadi
solusi untuk masyrakat nyatanya hanya semakin merampas tanah rakyat. Program
RA-PS Jokowi tidak sedikitpun menyentuh tanah-tanah milik tuan tanah besar atau
bahkan Negara sekalipun. Adapun yang menjadi sasaran dari Program tersebut
ialah tanah bekas HGU yang sudah tidak produktif seperti bekas perkebunan
sawit, tanah-tanah terlantar seperti rawah-rawah dan tanah-tanah tak bersertifikat yang sebenarnya
sudah lama dihuni atau bahkan digarap oleh petani. Jadi sudah terang bahwa
program tersebut hanya mengilusi rakyat dan sama sekali tidak mengubah struktur
penguasaan tanah.
“Progtam RA-PS Jokowi hanyalah ilusi untuk
rakyat, karena program tersebut sama sekali tidak menyentuh tanah-tanah yang di
monopoli oleh tuan tanah besar atau bahkan Negara. Jadi sudah terang bahwa
program tersebut tidak akan merubah struktur penguasaan tanah yang dimonopoli
oleh segelintir orang saja.” Ujar Ilhan selaku Koordinator Aksi dalam orasinya.
Iapun
menambahkan, “Perampasan tanah yang semakin massif yang dilakukan oleh tuan
tanah besar atau bahkan Negara seperti yang terjadi di Bulukumba oleh PT.
Lonsum yang merampas tanah masyarakat adat Kajang dan Taman Hutan Raya (TAHURA)
yang mengusir warga Jolli dari tempat tinggal mereka. Itu berbanding lurus
dengan semakin banyaknya tindakan fasis dan anti demokrasi yang dilakukan oleh
Negara. Terror, intimidasin bahkan kriminalisasi tidak segan-segan diberikan
pada petani yang memperjuangkan tanah mereka. Ayyub adalah satu contoh
darisekian banyaknya pejuang agrarian yang dipenjarakan. Selain itu
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Jokowi pun tidak berpihak ke
masyarakat. Terlihat jelas dengan disahkannya UU Ormas, UU MD3 serta KUHP yang
masih dalam proses rancangan yang akan mengancam keberlangsungan demokrasi di
Indonesia.”
Adnan
anggota dari PEMBARU Sulsel juga menyampaikan pandangannya dalam orasinya “Pendidikan
yang menjadi hak setiap warga Negara kini semakin suliut di akses karena
biayanya semakin naik setiap tahunnya. Hasilnya, mereka yang tidak dapat
mengakses pendidikan karena ketidak mampuan ekonomi keluarga mereka yang mayoritas
berlatar belakang sebagai petani yang dihadapkan dengan pusaran perampasan
tanah yang semakin massif, terpaksa menjadi pengangguran sejak dini atau bahkan
tenaga kerja murah karena dianggap tidak memiliki skill.”
Senada
dengan itu, Henry anggota FMN Makassar menyampaikan pendapatnya “Biaya kuliah
yang semakin mahal tidak begitu saja diterima oleh mahasiswa. Mahasiswa dalam
perkembangannya selalu melakukan aksi-aksi protes malah dihadiahi dengan
tindakan fasis kampus. Skorsing bahkan DO tidak segan-segan dikelusarkan oleh
kampus untuk mahasiswa yang mereka anggap membangkang. DO 3 mahasiswa UIM dan 8
Mahasiswa UKI Toraja serta Skorsing 2 Mahasiswa UMI Makassar adalah contoh
tindakan kampus yang fasis yang terjadi di Sulawesi.”
Aksi
yang diikuti oleh puluhan massa aksi selama 2 jam tersebut berjalan dengan
tertib hingga jenral lapangan memimpin lagu Mars Front Perjuangan Rakyat dan
membacakan pernyataan sikap sebagai tanda berakhirnya aksi.
Adapun
tema yang diangkat ialah “Tingkatkan Perjuangan Pemuda dan
Mahasiswa Bersama Kaum Tani Melawan Monopoli da Perempasan Tanah Serta Menolak
Reforma Agraria Palsu Jokowi-JK.”
Tuntutan :
- Tolak RA-PS Palsu Jokowi-JK Yang Mengilusi dan Merampas Tanah Rakyat.
- Stop Kriminalisasi, Teror serta Intimidasi Terhadap Petani, Bebaskan Kawan AYYUB Perjuang Agraria Kalbar.
- Tolak UKT, Cabut UU DIKTI No. 12 Tahun 2012.
- Cabut SK DO 3 Mahasiswa UIM, 8 Mahasiswa UKI Toraja, dan Skorsing 2 Mahasiswa FH-UMI.
- Cabut UU Ormas, UU MD3 serta Tolak RKUHP.
- Tolak Perpanjangan HGU PT. Lonsum.
- Kembalikan Tanah Ulayat Masyrakat Adat Kajang Yang di Rampas Oleh PT. Lonsum.
- Keluarkan Seluruh Tanah Masyarakat Bonto Bahari Dari Kawasan TAHURA.
- Wujudkan Reforma Agraria Sejati dan Bangun Industrialisasi Nasional Sebagai Syarat Utama Kemandirian Suatu Negara.