UKT & Pertanyaan Tentangnya di Kampus
Masa
peralihan dari gelar siswa menjadi MAHAsiswa ternyata tak semudah yang dibayangkan
dan kampus tak senyaman seperti yang digambarkan dalam FTV. Sorotan dalam
tulisan ini bukanlah kisah cinta, dan kampus dengan fasilitas yang lengkap ala
FTV. Fokusnya pada biaya kuliah, semua serba minta uang orang tua untuk
memenuhi kebutuhan jadi seorang mahasiswa yang cakep dan kere(n), cieee yang
jadi mahasiswa! Bukan hanya uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
tapi, juga untuk membiayai pendidikan yang semakin melambung tinggi. Terbukti
sejak diterapkannya sistem pemerasan kantong orang tua gaya baru. Sistem
pemerasan bagaimana yang dimaksud? Ya seperti judul diatas yaitu UKT (Uang
Keluar Terus) tapi tak tahu semua uang itu dikemanakan karena memang kita tak
pernah menemukan ada LPJ ala lembaga kemahasiswaan yang dilakukan pejabat
kampus.
Apasih
yang dimaksud dengan UKT itu?
Uang Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat
UKT adalah sebagian BKT yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan
ekonominya (baca: Permenristek Dikti No. 39 tahun 2016). Namun, UKT yang diterapkan
di UNM sejak tahun 2013 sampai sekarang, menimbulkan berbagai keresahan. Mulai
dari Pungutan liar yang masih jadi masalah klasik, seperti yang baru-baru ini
dialami oleh beberapa mahasiswa Jurusan AP & PLB yang dikenakan biaya
pembuatan Kartu Mahasiswa yang seharusnya GRATIS. Masalah lain seperti ketidak
sesuaian kemampuan ekonomi mahasiswa dengan besaran UKT yang ditanggungnya.
Contohnya, berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan oleh BEM FIP UNM
ditemukan pada Jurusan Teknologi Pendidikan FIP UNM angk. 2016 yang pekerjaan
orang tuanya sebagai petani dengan penghasilan Rp. 680.000/bulan menanggung UKT
sebesar Rp. 3.000.000. Tak jauh berbeda
dengan beberapa temuan dari jurusan lain seperti, Prodi PGSD UPP Bone yang
kondisi orang tuanya berprofesi sebagai seorang petani dengan penghasilan Rp.
500.000/bulan menanggung UKT sebesar Rp. 4.000.000. yang diagung-agungkan atas
kebaikan UKT selama ini yakni pembayaran kuliah sesuai kemampuan ekonomi
mahasiswa ternyata banyak kasus malah tidak terbukti. Kebaikan UKT karena katanya
memberikan kepastian nominal pembayaran setiap semester karena pembayaran yang
hanya tunggal ternyata terbantahkan sendiri dari prakteknya dikampus dan
regulasi barunya.
Apakah
UKT dapat diturunkan?
Kalau
berdasar pada Permenristekdikti No.39 tahun 2016 tentang BKT dan UKT pasal 6
seharusnya UKT bisa turun jika ternyata UKT yang ditetapkan kampus tidak sesuai
dengan kemampuan ekonomi orang tua atau pihak lain yang membiayai mahasiswa,
UKT juga bisa turun atau naik jika terjadi perubahan kondisi ekonomi pihak yang
membiayai mahasiswa. Berdasarkan pengalaman pendampingan penurunan UKT yang
pernah dilakukan oleh kawan-kawan FMN Ranting UNM hanya sebagian kecil saja
yang bisa turun UKT, tercatat 3 orang mahasiswa Jurusan PGSD FIP UNM, 1 dari
jurusan PLB FIP UNM dan 1 orang dari Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi berhasil menurunkan nominal UKTnya (16 Juli 2016), meski banyak kesulitan yang harus dilalui dalam melakukan pengurusan secara admnistratif.
Kenapa
hanya sebagian kecil dari mereka yang berhasil menurunkan nominal UKTnya?
Saya
menilainya bahwa kurangnya mahasiswa yang berhasil menurunkan UKT karena
beberapa hal, pertama pejabat kampus UNM tidak pernah melakukan sosialisasi yang
luas terkait adanya peluang bagi mahasiswa untuk mengurus penurunan UKT hal ini
berbeda dengan sosialisasi waktu pembayaran SPP/UKT yang jauh-jauh hari telah
disosialisasikan oleh pejabat kampus melalui spanduk yang dipasang disetiap
fakultas dan pengumuman di website yang dalam pengumuman tersebut disertai
peringatan tentang cuti akademik menjadi satu-satunya pilihan bagi mahasiswa
yang telat membayar. Kedua, tidak adanya pruduk hukum baik dalam bentuk surat
edaran apalagi dalam bentuk peraturan rektor yang memberikan kepastian hukum
mengenai mekanisme dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa yang
ingin menurunkan golongan UKT.
Apakah UKT benar-benar sesuai Kemampuan Ekonomi Mahasiswa ?
apa
yang kemudian kita pahami bahwa UKT tetap berdasar pada kemampuan ekonomi mahasiswa,
orang tua mahasiswa atau pihak lain yang membiayainya (wali) ternyata tidak
pernah benar-benar terealisasikan. Terbukti dengan adanya penetapan nominal UKT
jalur Mandiri yang penetapan UKTnya tidak berdasarkan golongan telah menjadi
bukti kuat bahwa UKT tidaklah menjadikan kemampuan ekonomi pihak yang membiayai
mahasiswa sebagai tujuannya tapi semata-mata hanya mengedepankan bagaimana agar
sistem UKT ini bisa menghisap dana sebanyak-banyaknya dari mahasiswa.Hal yang
juga tidak masuk akal dari penerapan UKT di jalur mandiri UNM adalah adanya
salah satu jurusan yang menetapkan UKT jalur mandiri dengan nominal Rp. 7.500.000 sementara dalam lampiran
IV permenristikdikti no.39 tahun 2016 batas tertinggi UKT di jurusan tersebut
adalah di golongan VII dengan nominal pembayaran Rp.5.000.000.
Jika
melihat fenomena ini, pertanyaan yang
kemudian muncul adalah Apakah Pendidikan Hanya diperuntukkan Kepada Orang
berduit saja? (lihat: UUD 1945 Pasal 31).
Inilah
awal pendidikan yang selama ini kita dapatkan diuji. Apakah keadilan hanya
sebatas konsumsi pikiran atau bibir hanya mampu berucap kebaikan tapi tidak
mampu kita praktekkan!!!
Pertanyaan
terakhir adalah Apa yang akan kita lakukan ?
Penulis
: Usman (Ketua FMN Ranting UNM)