Pendidikan Tinggi dan Harapan Pemuda
Pemuda merupakan suatu golongan yang berjumlah
besar dalam masyarakat Indonesia. Usianya berkisar diantara 15-30 tahun. Usia
ini tergolong usia produktif dalam kehidupan manusia terkhususnya kita yang
tinggal di Indonesia.Data
jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 yang di peroleh berkisar 255,5 juta jiwa dan
jumlah pemuda didalamnya mencapai 62,4 juta jiwa. Hal tersebut menunjukkan
bahwa jumlah pemuda di Indonesia mencapai 25% dari seluruh penduduk Indonesia.
Dari
keseluruhan jumlah pemuda diatas, gelongan pemuda ini tersebar lagi menjadi
beberapa profesi yang produktif yaitu pelajar, mahasiswa, buruh dan tani. Dari
beberapa profesi yang tertulis memiliki kebutuhan yang berbeda dimana pemuda
buruh membutuhkan upah yang layak dengan pekerjaannya, pemuda tani yang
membutuhkan tanah untuk di garap dan pemuda pelajar dan mahasiswa yang
membutuhkan pendidikan yang dapat mencerdaskan mereka.
Untuk
kalian para Mahasiswa baru di Perguruan tinggi negeri, saya akan lebih banyak
bercerita tentang pemuda mahasiswa. Pemuda mahasiswa adalah suatu golongan
pemuda yang memiliki keleluasaan yang besar untuk belajar dan memahami
sekaligus mendalami teori yang didapatkan di perguruan tinggi. Pemuda mahasiswa
adalah mereka yang telah selesai menempuh pendidikan ditingkatan SMA(sederajat)
yang merasa perlu menambah pengetahuan mereka dengan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi yaitu Pendidikan Tinggi yang di peroleh di Perguruan
Tinggi.
Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi dan dapat berbentuk akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut, atau universitas. Perguruan tinggi ini memiliki
kewajiban untuk mewujudkan Tri Darmanya
(tiga kewajibannya) yaitu menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada rakyat.Dari pengertian di
atas kiranya kita paham dengan baik apa sesungguhnya makna dan
pengertian dari pendidikan sendiri.
Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003
) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata
‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai
arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Selain
itu, pendidikan menurut Carter V. Good adalah proses social dimana seseorang
dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terpimpin (sekolah) sehingga dia dapat
memperoleh kecakapan social dan mengembangkan kepribadiannya. Sekolah ataupun
perguruan tinggi merupakan tempat bagi umat manusia untuk menambah pengetahuan
dan menjadi cerdas secara teori maupun praktek. Jadi, jelas sekali bahwa bagi
pemuda mahasiswa pendidikan tinggi itu amatlah penting dalam memajukan
kehidupan mereka.
Setiap
tahunnya, akses pemuda terhadap pendidikan semakin sempit. Dapat dikatakan
bahwa keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jejang yang lebih tinggi ini
pasti ada dilubuk hati para pemuda yang telah selesai menempuh pendidikan di
tingkatan SMA(sederajat). Tapi, banyaknya permasalahan yang dihadapi pemuda
saat ini menjadi penghambat bagi mereka untuk meneruskan pendidikannya.
Berdasarkan data yang di peroleh pada tahun 2015, jumlah lulusan SMA(sederajat)
berjumlah 2 juta. Akan tetapi yang melanjutkan ke perguruan tinggi hanya berkisar
500.000 mahasiswa baru di tahun 2015 (PTN 320.000 sisanya PTS). Hal ini
menunjukkan hanya 25% jumlah lulusan SMA(sederajat) yang mampu mengenyam
pendidikan tinggi pada tahun 2015. 75% pemuda lulusan SMA(sederajat) yang tidak
melanjutkan pendidikannya keperguruan tinggi bukan tanpa sebab. Banyak alasan
yang terlontar dari mulut mereka seperti mereka memilih langsung bekerja /
menikah. Ada juga yang beralasan jarak yang sangat jauh, pendidikan saat ini
tidak menjamin pekerjaan, dan tidak mampu membayar biaya kuliah. Dari semua
permasalahan yang disebutkan tadi, Salah satu Problem yang menjadi kendala
utama yaitu Mahalnya biaya pendidikan terutama dibanku kuliah yang membuat
rendahnya akses rakyat terutama dari kalangan pemuda yang berlatar belakang buruh
dan tani.
Mahalnya
biaya kuliah yang terjadi saat ini khususnya di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
dikarenakan lahirnya Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UUPT) No.12 tahun 2012.
Dengan berlakunya UUPT ternyata sistem pembayaran diperguruan tinggipun berubah yang
sebelumnya menggunakan SPP kini menjadi UKT (uang kuliah tunggal). Melalui
namanya saja UKT kita sudah dapat menebak apa maksud dan tujuan penerapan
system pembayaran ini. Yaitu pembayaran satu kali dan menghimpun semua
pembiayaan lain dalam proses pendidikan di suatu perguruan tinggi negeri.
Nyatanya hal tersebut tidak seperti yang kita bayangkan. Hampir di semua kampus
yang menerapkan system pembayaran UKT masih saja melakukan pungutan lain diluar
UKT artinya sudah keluar dari substansi UKT itu sendiri. Hal tersebut yang
sering kita dengar dengan sebutan Pungutan liar / pungli. Contohnya saja di
kampus-kampus masih banyak yang mengenakan biaya pembelian almamater,biaya
penelitian, biaya kartu mahasiswa,
dll.
Semangat
otonomi kampus yang dihasilkan oleh UUPT menjadikan kampus / perguruan tinggi
negeri saat ini tidak ada bedanya dengan perusahaan yang harus mencari dana
sendiri untuk membiaya aktivitas pendidikan. Mahasiswa, orang
tua mahasiswa dan perusahaan swasta-asing, dijadikan topangan utama untuk
pembiayaan. Otonom keuangan ini berdampak pada kenaikan biaya uang kuliah atau
UKT dari tahun ke tahun yang semakin menjulang tinggi. Rata-rata biaya
pendidikan tinggi negeri di Indonesia mencapai 1-20 juta per semester.
Tujuan
awal adanya UKT katanya adalah mengurangi beban masyarakat akan biaya kuliah yang
sangat tinggi. Artinya UKT ada untuk menjadikan biaya kuliah yang ditanggung
masyarakat menjadi murah. Akan tetapi yang terjadi semenjak diterapkan, UKT
telah menunjukkan berbagai kenaikan yang siknifikan setiap tahunnya 50-100%.
Selain itu, UKT ditetapkan katanya berdasarkan
kondisi perekonomian mahasiswa artinya besaran pembayaran disesuaikan dengan
perekonomian mahasiswa tersebut. Selain itu UKT juga menerapkan system subsidi
silang yang dimana mahasiswa kaya membiayai mahasiswa miskin. Atau bagi
mahasiswa yang tergolong kaya akan mendapat UKT yang tinggi dan bagi mahasiswa
yang tergolong miskin atau tidak mampu akan mendapat UKT yang rendah pula.
nyatanya di setiap kampus yang mayoritas diisi oleh anak peteani dan buruh,
malah lebih banyak yang mendapat UKT yang tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa ada yang bermasalah dengan subsidi silang tadi. Dalih-dalih UKT sebagai
subsidi silang, telah mengaburkan tanggungjawab negara atas pendidikan di Indonesia.
Dimana pendidikan yang murah dan terjangkau bagi seluruh rakyat indonesia
merupakan tanggungjawab Negara karena berdasarkan pada UU Pasal 31 Ayat 1 yang
menjelaskan bahwa “Pendidikan adalah hak setiap warga negara”. UKT jelas
diskriminasi, jelas akal-akalan pemerintah untuk melepaskan tanggung jawabnya.
Komitmen
pemerintah saat ini untuk meningkatkan mutu pendidikan betul-betul berbanding
terbalik dengan kenyataannya. Subsidi pemerintah terhadap dunia pendidikan pada
tahun 2016 menurun menjadi 49,23 triliun yang semula pada tahun 2015 berjumlah
53,27 triliun. Selain itu mungkin masih teringat dibenat kita bahwa alasan
pemerintah mencabut subsidi BBM ialah untuk mengalihkannya kesektor yang lebih
produktif yaitu infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Namun pada realitanya,
disektor pendidikan tidak mengalami peningkatan mutu ataupun kenaikan subsidi dari pemerintah.
Dan malah yang terjadi hanyalah
kenaikan biaya baik di sector pendidikan maupun kesehatan. Di
sisi lain pemerintah melalui menaikkan BOPTN 2016 menjadi 5,5 Triliun yang
awalnya 4,5 Triliun tahun 2015. Kenaikan BOPTN ini dianggap tidak akan ada
kenaikan UKT. Kenyataannya, berbagai kampus negeri telah menaikkan UKT di tahun 2016 ini.
Kini
telah lahir aturan baru tentang UKT yaitu Permenristekdikti
no. 39 tahun 2016 tentang BKT dan UKT. Permen ini dengan sangat jelas
menampakkan betapa melencengnya tujuan awal adanya UKT dengan realisasinya.
Menelisik awal keberadaan UKT itu ternyata karena adanya gejolak besar pada
tahun 2012 dimana saat itu mahasiswa dari beberapa kampus melakukan aksi
penolakan terhadap komersialisasi pendidikan dimana didalamnya termasuk
pemungutan uang pangkal yang berkedok uang pembangunan yang sangat memberatkan
mahasiswa dan kerap kali menjadi alasan utama mahasiswa lebih memilih untuk
tidak melanjutkan pendidikannya. Sehingga lahirlah undang-undang nomer 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi
atau yang kita kenal dengan UUPT. Dan itulah yang menjadi dasar hukum adanya
UKT. Nah, ternyata pada permen no 39 ini malah melegalkan pemungutan uang
pangkal bagi beberapa golongan mahasiswa seperti mahasiswa asing, kelas
internasional, jalur kerja sama dan seleksi mandiri.
Jika dulunya UKT disosialisasikan sebagai sebagai sistem
pembayaran yang baik karena meniadakan pungli seperti Uang Pangkal, justru
dalam perkembangannya UKT menjadi suatu sistem yang melegalkan secara nyata
pungli uang pangkal tersebut. Jika sebelumnya banyak yang menyoroti bahwa UKT
baik secara sistem namun implementasilah yang banyak kekeliruan, saya mencoba
berpendapatat bahwa sesungguhnya UKT telah cacat sejak lahir sebab UKT adalah
suatu sistem yang mereduksi tanggungjawab negara dalam membiayai pendidikan
bagi rakyatnya dan dalam perkembangannya UKT telah mengembalikan pungutan liar
sebagai pungutan yang legal.
Penulis : Al Iqbal (Divisi Advokasi & Pel Rakyat FMN Ranting UNM)