Kalau Mau Lepas Tangan Bilang Aja
Pemberlakuan sistem uang kuliah
tunggal (UKT) pada perguruan tinggi negeri adalah salah satu upaya pemerintah
dalam melepaskan tanggungjawabnya terhadap pendidikan. Sejak awal menjadi
mahasiswa saya sangat sering mendengar kalimat mengenai Negara yang mau
melepaskan tanggung jawabnya terhadap pendidikan, namun saya tidak pernah paham
maksud dari kalimat tersebut, salah satu senior saya pernah mencontohkan maksud
kalimat tersebut dengan memegang tangan saya kemudian perlahan melepaskannya seperti
dalam adegan-adegan film romantic ketika dua pasang kekasih yang akan berpisah. Namun memahami maksud kalimat tersebut tidaklah semudah yang
dicontohkan senior saya tersebut, apalagi ketika telah masuk pada wilayah
pendiskusian sistem pendidikan yang begitu rumit termasuk jika membahas
mengenai perjanjian-perjanjian seperti GATS yang notabene menjadi salah satu
alasan Negara melepaskan tanggungjawabnya, karena katanya dalam perjanjian
itulah dimasukkan pendidikan sebagai jasa yang harus diperjual belikan, dalam
artian dijadikan lahan meraup keuntungan. Tapi bagaimana pun juga hal ini
sangatlah rumit untuk kumengerti.
Setidaknya yang saya ingat bahwa pendidikan adalah hak setiap warga
Negara dan Negara wajib membiayainya, apalagi pendidikan pun mendapatkan
alokasi anggaran yang besar dari APBN sebanyak 20%. Dengan begitu Negara harus
bertanggungjawab terhadap warga Negara terkait pendidikan, yah setidaknya akses
pendidikan yang mudah bagi warga Negara. Utamanya pendidikan tinggi yang
semakin hari biayanya semakin melambung tinggi, mungkin ini adalah maksud dari
kalimat tersebut, yah bisa jadi.
Ditahun ajaran 2013/2014 diterapkan sebuah sistem baru pada
perguruan tinggi negeri yakni sistem uang kuliah tunggal (UKT), sistem yang
hadir menggantikan sistem SPP. Dengan diterapkan sistem UKT ini harapannya
biaya kuliah semakin murah karena sistemnya satu pintu dan mahasiswa tidak
dibiarkan mengeluarkan biaya lain lagi dalam proses pembelajarannya selain UKT
tersebut, jadi semua mahasiswa yang masuk entah lewat jalur apapun harus pake
sistem ini. Apalagi adanya subsidi dari pemerintah dalam bentuk Biaya
Operasional Pendidikan Tinggi Negeri (BOPTN) yang akan membantu meringankan
biaya kuliah mahasiswa.
Dalam sisitem baru ini semua biaya operasional yang dibutuhkan oleh
mahasiswa tiap semesternya disatukan dalam Biaya Kuliah Tunggal (BKT), nah BKT
inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh perguruan tinggi untuk menentukan
biaya yang ditanggung oleh mahasiswa lewat UKTnya dan biaya yang harus
digunakan dari BOPTN untuk menutupi kekurangannya, sederhananya kalau dalam
bentuk rumus matematika yakni BKT = UKT + BOPTN.
Perbedaan lainnya dalam sistem ini dibanding sistem SPP sebelumnya
adalah biaya yang ditanggung oleh mahasiswa lewat UKT tidaklah seragam,
melainkan beragam dengan adanya penggolongan pembayaran yang disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi mahasiswa yang bersangkutan, semakin tinggi golongan maka
semakin tinggi pula nominal UKT yang harus ditanggung.
Sejak diterapkan pada tahun 2013 sistem UKT yang diatur melalui
peraturan menteri (permen) telah mengalami 4 kali perubahan, dan yang paling
baru adalah permenristek dikti no 39 tahun 2016.
Setiap perubahan dalam peraturan menteri mengenai UKT ini ada-ada
saja sesuatu yang dianggap mengganjal oleh beberapa kalangan yang mempelajari
terkait sistem ini, contohnya saja adanya pasal baru yang membolehkan penarikan
uang pangkal ataupun pungutan lain kepada 4 jenis mahasiswa yakni mahasiswa
asing, mahasiswa jalur kerjasama, mahasiswa kelas internasional dan mahasiswa
jalur mandiri, dengan adanya penegasan pasal ini maka sistem UKT yang Cuma
sekali bayar mulai menghianati niatan
pelaksanaan awalnya, walaupun masih dibatasi dengan kuota sekian persen dan
hanya kepada jenis mahasiswa tertentu tapi seperti diawal sayapun mulai
menyadari inilah bagian terpenting skema pelepasan tanggungjawab pemerintah
terhadap pendidikan tinggi negeri, yah seperti yang pernah dicontohkan senior
saya dengan cara perlahan, jadi yang pertama beberapa jenis mahasiswa dulu
dengan jumlah sekian persen yah lambat laun mungkin akan dibolehkan memungut
kepada seluruh mahasiswa, kan kalau begini sama saja dengan sistem sebelumnya
jadi bisa jadi modus kenaikan SPP yang terselubung.
Bukti lain juga dalam sistem ini yang jelas tergambar adalah
penambahan jumlah golongan yang awalnya Cuma terdiri dari 5 golongan dinaikkan
menjadi 7 golongan, dalam hal ini dengan adanya penambahan golongan maka
semakin besar peluang menaikkan biaya kuliah secara perlahan, selain itu dalam
peraturan yang sama adanya pasal yang menegaskan PTN tidak menanggung biaya
KKN, padahal dalam peraturan sebelumnya tidak ada penegasan seperti ini karena
kalau diperhatikan KKN merupakan bagian dari proses pembelajaran langsung yang
seharusnya termaktub juga dalam komponen BKT, dan lagipula dalan petunjuk
teknis pelaksanaan BOPTN, pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat termasuk
item yang bisa dibiayai dengan BOPTN. Saya pun mulai berpikir kalau inipun bisa
menjadi cara pemerintah perlahan melepaskan tanggungjawabnya dengan cara
memisahkan satu demi satu komponen yang seharusnya termaktub dalam komponen
BKT, dengan begitu lambat laun tak ada lagi komponen proses pembelajaran
langsung yang termuat dalam BKT sehingga dalam pendanaannya UKT tetap
dibayarkan dan pungutan lain tetap jalan, hal ini seolah kembali lagi pada
sistem sebelumnya namun dengan nominal pembayaran yang lebih tinggi.
Dengan semakin tingginya nominal UKT maka subsidi dari BOPTN yang
digunakan akan semakin rendah dan jika terus berlanjut tidak menutup
kemungkinan BOPTN bisa dihilangkan karena nominal UKT yang sudah mencapai nilai
tinggi dan menjadikan UKT sebagai sumber utama penyelenggaraan pendidikan di
perguruan tinggi negeri. Dengan kondisi ini bisa diartikan Negara akan
benar-benar lepas tangan dengan pendidikan tinggi dan perguruan tinggi negeri
harus mandiri dalam menghidupi dirinya sendiri, maka mahasiswa mau tak mau akan
menjadi sapi perah di perguruan tinggi, dan secara otomatis pula masyarakat
yang ekonominya rendah tak akan mampu lagi mengenyam pendidikan di perguruan tinggi
walaupun ada dalih dengan adanya beasiswa toh tetap saja peruntukannya selalu
tidak tepat sasaran.
Kalau dipikir lagi sepertinya lebih baik kembali saja ke sistem lama
daripada sistem UKT yang semakin hari semakin memperjelas tujuannya memuluskan
skema pelepasan tanggungjawab pemerintah terhadap pendidikan tinggi.
Penulis : Sulfikar