Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menilai UKT dari Segi Implementasi


Makassar adalah kota yang berada di wilayah tenngah Indonesia yang tepatnya berada di Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar yang awalnya dikenal sebagai Ujung Pandang merupakan kota terbesar dikawasan Indonesia Timur dan pada masa lalu pernah menjadi ibu kota Negara Indonesia Timur Provinsi Sulawesi. Dari aspek pembangunan infrastruktur, Makassar merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia, yaitu urutan ke dua terbesar dari Medan untuk wilayah di luar pulau jawa.  Dengan luas wilayah 199,26 km2 dan jumlah penduduk lebih dari 1,4 juta jiwa (BPS) . Makassar berada di urutan kelima dari Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan. Selain melakukan pengembangan di sector infrastruktur, kota Makassar juga terus mengalami peningkatan di sector pendidikan.
Di kota Makassar, terdapat banyak perguruan tinggi negeri dan swasta yang merupakan wadah bagi pemuda Makassar maupun di luar Makassar untuk menempuh pendidikan tinggi. Tercatat ada sebanyak 4 PTN dan 113 PTS[1]. Salah satunya adalah Universitas Negeri Makassar. Universitas Negeri Makassar atau yang sering disebut UNM, dulunya di kenal dengan nama IKIP Ujung Pandang. Perubahan IKIP Ujungpandang menjadi UNM terjadi pada tahun 1999, ditahun yang sama lahirnya PP 61 tentang Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara.
Dengan statusnya sebagai Perguruan Tinggi Negeri, menjadikan UNM sebagai kampus yang familiar dan banyak di Idamkan oleh pemuda. Salah satu cara birokrasi UNM untuk terus meningkatkan daya tarik bagi pemuda untuk kuliah di UNM adalah dengan membangun gedung megah yakni gedung Phinisi setinggi 17 Lantai. Bangunan ini selesai pada tahun 2013 dan langsung mendapatkan banyak perhatianDengan adanya bangunan tersebut membuat nama UNM semakin sering di perbincangkan dan membuat pendaftarnya semakin bertambah.
Nama besar dan bangunan yang unik ternyata tidak menjamin kualitas pendidikan yang ada di dalamnya. Hal itu terlihat dari banyaknya keluhan  mahasiswa yang melanjutkan studynya di universitas tersebut. Mulai dari biaya kuliah yang mahal, pelayanan yang kurang, alokasi anggaran yang tidak transparan, hingga fasilitas yang tidak memadai.
Pendidikan menurut Carter V. Good adalah proses social dimana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terpimpin (sekolah) sehingga dia dapat memperoleh kecakapan social dan mengembangkan kepribadiannya. Jelas sekali bahwa sekolah ataupun perguruan tinggi merupakan tempat bagi umat manusia untuk menambah pengetahuan dan menjadi cerdas secara teori maupun praktek. Jadi, faktor-faktor penunjang dalam dunia pendidikan itu memiliki peran penting dalam menggapai cita-cita tadi.
Berbicara lagi dalam lingkup UNM, Mungkin banyak orang yang menganggap kalau mahasiswa di UNM melakukan proses perkuliahan di gedung megah Phinis,  Realitanya gedung phinisi hanyalah sebuah gedung yang diperuntukkan untuk pejabat-pejabat kampus saja. Gedung yang dilengkapi dengan fasilitas yang membuat siapapun yang ada di dalamnya merasa nyaman. Tapi lagi-lagi kemewahan dan kenyaman tersebut bukanlah ditujukan pada mahasiswa. Jika dilihat dari mahalnya biaya kuliah yang dibebankan pada mahasiswa, seharusnya kemewahan dan kenyamanan dalam proses perkuliahan patut mereka dapatkan.
Berdasarkan data yang diperoleh tentang biaya kuliah di UNM, dengan system UKT yang diterapkan di UNM  mengakibatkan peningkatan pembayaran kuliah yang sangat signifikan. Yang awalnya rata-rata pembayaran dari angkatan 2010-2011 di jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNM dengan system pembayaran yang masih SPP yaitu sebesar Rp. 1.050.000/mahasiswa. Angkatan 2012 dengan masih system SPP tapi di tambah dengan BOP yaitu rata-rata pembayarannya sebesar Rp. 1.587.500/mahasiswa dan diangkatan 2013-2015 dengan berlakunya system UKT, biaya kuliahpun semakin meningkat dengan rata-rata pembayarannya menjadi Rp. 2.300.000/mahasiswa. Dari data yang didapat, jelas sekali bahwa terjadi kenaikan biaya perkuliahan selama 5 tahun terakhir. Tapi, ternyata kenaikan biaya perkuliahan tersebut tidak berbanding lurus dengan fasilitas penunjang perkuliahan yang didapatkan mahasiswa. Dari angkatan 2010 sampai angkatan 2015, tidak ada perubahan yang signifikan untuk fasilitas yang didapatkan mahasiswa.
            Bukan Cuma itu, Hakekat daripada UKT yang katanya meringankan beban mahasiswa terhadap pembiayaan pendidikan. Jadi, Mendikbud pada tanggal 23 Mei 2013 mengeluarkan ketetapan mengenai besarnya BKT dan UKT di Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kemendikbud. Peraturan itu tertuang pada Permendikbud No. 55 Tahun 2013 tanggal 25 Mei 2013. Yang menjelaskan bahwa BKT adalah keseluruhan biaya operasional Per-Mahasiswa Per-Semester pada Program study di Perguruan Tinggi Negeri dan digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan pada mahasiswa, masyarakat dan pemerintah. Disini juga di jelaskan bahwa UKT merupakan sebagian dari BKT yang ditanggung oleh mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Jadi jelas sekali bahwa UKT ada bukan untuk memberatkan mahasiswa dalam hal pembayaran karena harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa. Selain itu, perlu kita ketahui bahwa UKT adalah sistem pembayaran kuliah yang menggantikan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). UKT seharusnya meniadakan pemungutan uang gedung, wisuda, almamater, dan segala pungutan lain karena semua dijadikan satu pembayaran bernama UKT.
            Tapi, UNM dengan system UKTnya malah terjadi ketimpangan dengan ketentuan-ketentuan UKT tadi. UKT yang jelas-jelas ditetapkan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa ternyata banyak yang tidak tepat sasaran, misalnya dengan menbebankan biaya kuliah yang tinggi pada anak seorang buruh tani dan sebaliknya biaya kuliah yang rendah pada anak seorang pegawai. Selain tidak tepat sasaran, UKT yang seharusnya sudah menyatukan semua komponen-komponen pembayaran. Tapi nyatanya, masih banyak pungutan-pungutan lain yang diambil di luar UKT misalnya pembayaran kartu control, pembayaran almamater, pembayaran KTM, dan masih banyak lagi. Tadi juga dijelaskan bahwa UKT itu ada sesuai dengan keadaan perekonomian mahasiswa. Perlu di ketahuai bersama, bahawa kondisi perekonomian setiap orang itu tidak tetap. Kadang mengalami peningkatan dan juga mengalami penurunan. Jadi, perlu adanya pengevaluasian setiap semesternya agar penetapan nominal UKT untuk setiap mahasiswa tetap tepat sasaran, namun sampai hari ini di UNM belum pernah terdengar soal evaluasinya padahal .
            UKT masih menjadi sistem pembayaran yang memberatkan mahasiswa, sistem ini tidak lebih baik dari sistem sebelumnya. Praktek-praktek pungutan liar masih terus dialami oleh mahasiswa. Rakyat Indonesia telah menaruh harapan bagi dunia pendidikan untuk memberikan kontribusi besar dalam perubahan nasib rakyat. Namun melihat kondisi pendidikan yang seperti ini, sepertinya harapan itu hanya menjadi harapan, sebab dunia pendidikan juga mengalami problem yang tidak sedikit.

Penulis : Al Iqbal



[1] Thegreen-hijau.blogspot.com di akses pada tanggal 28 April 2016