Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tidak akan Ada Kemajuan Pendidikan, jika Pembungkaman Demokrasi Masih Terus Dilakukan


Pendidikan adalah proses humanisasi yang pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk memajukan taraf berpikir dan kebudayaan manusia agar dapat mempertahankan hidupnya sebagai mahluk sosial. Telah berulang kali kita diajarkan tentang pentingnya pendidikan untuk kemajuan satu bangsa. Pedidikan terus di promosikan sebagai suatu corong untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, terutama di tingkatan pendidikan tinggi.
Sanksi DO terhadap mahasiswa yang terjadi bebepapa waktu lalu di kampus UNJ menambah catatan kelam kondisi Pendidikan tinggi di Indonesia. Kasus ini terang menunjukkan kepada kita bagaimana watak anti kritik dari pimpinan kampus. Kasus ini berawal dari protes yangdilakukan oleh mahasiswa UNJ terhadap berbagai problem yang terjadi dikampus tersebut. Masalah seperti lahan parkir yang dikomersilkan, pemindahan fakultas ke tempat yang tidak lengkap fasilitasnya, tranparansi dan mekanisme penurunan UKT, biaya KKN/KKL yang harus ditanggung oleh mahasiswa, perubahan bentuk lembaga kemahasiswaan, dan kasus pelecehan seksual oleh oknum dosen menjadi sederet problem yang meresahkan mahasiwa. Problem dikampus UNJ tersebut memberi gambaran secara umum situasi kampus-kampus diseluruh Indonesia
 Keresahan yang sama di mahasiswa tersebut kemudian yang membuatnya menyatukan diri dalam suatu gerakan untuk menyelesaikan masalah tersebut secara bersama-sama. Upaya bersama yang dilakukan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan problemnya ternyata direspon oleh pihak kampus dengan mengeluarkan sanksi DO terhadap salah satu mahasiswa. Sanksi tersebut menjadi suatu bukti nyata bagaimana upaya pimpinan kampus untuk mematikan jiwa-jiwa kritis dari mahasiswa. Kampus yang seharusnya mengajarkan nilai-nlai demokrasi, nilai-nilai keilmiahan dalam membangun kebudayaan maju malah menjadi institusi yang sangat fasis
 Sanksi DO yang dikeluarkan oleh rektor UNJ terhadap salah seorang mahasiswa, melahirkan protes keras dari berbagai elemen masyarakat. Ada begitu bayak dukungan dari masyarakat kepada mahasiswa UNJ untuk terus berjuang dan hujatan tentunya banyak terarah kepada sang pemberi sanksi. Dukungan solidaritas dari masyarakat itulah yang  memberikan tekanan kepada pihak rektor untuk segera menarik surat keputusan sanksi DO. Kita menilai bahwa dicabutnya sanksi DO bukanlah karena kebaikan hati pak rektor tapi karena banyaknya dukungan terhadap mahasiswa UNJ. Hal ini memberi bukti bagaimana kita harus terus membangun gerakan dan solidaritas perjuangan yang lebih besar lagi untuk mencapai kemenangan mahasiswa dan kemenangan rakyat secara umum.
Gelombang protes dari mahasiswa berawal dari berbagai kebijakan yang tidak melibatkan dan tidak memberikan ruang mahasiswa dalam penentuan kebijakannya. Sejak dulu kita selalu diajarkan tentang arti demokrasi dalam kehidupan bernegara, bahwa demokrasi berarti kedaulatan rakyat, “dari, oleh, dan untuk kepentingan rakyat”. Artinya bahwa kebijakan-kebijakan yang dibuat adalah untuk kepentingan rakyat. Jika kita berbicara tentang kampus sebagai miniatur dari Negara, maka kedaulatan itu ada pada tangan mahasiswa sebagai kelompok yang mayoritas. Kebijakan-kebijakan yang ada dikampus diutamakan untuk kepentingan mahasiswa. Maka sudah seharusnya mahasiswa dilibatkan dalam proses pembuatan setiap kebijakan. Mengapa mahasiswa harus dilibatkan? Karena mahasiswalah yang akan merasakan dampak dari kebijakan tersebut, sehingga baik buruknya suatu kebijakan akan ditanggung oleh mahasiswa. Akan tetapi kenyataannya, mahasiswa tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan berbagai kebijakan, bahkan tidak ada sama sekali transparansi terkait pelaksanaan kebijakan tersebut.
Dalam pasal 28 (e) Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin bahwa setiap warga Negara berhak untuk berorganisasi dan mengeluarkan pendapat, demikian halnya dengan mahasiswa yang berhak untuk berorganisasi dan mengeluarkan pendapat. Akan tetapi tidak demikian dengan kenyataannya, mahasiswa yang melakukan kritik terhadap kebijakan  malah diangap oleh pimpinan kampus sebagai sebuah pembangkangan, kejahatan dan kerusakan moral.
Upaya pembungkaman demokrasi harus terus kita lawan. Pendidikan sebagai upaya untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk memajukan taraf berpikir dan kebudayaan manusia hanya akan tecapai dengan baik ketika nilai-nilai demokrasi bisa dijalanka oleh civitas akademika dikampus. Mahasiswa harus terus memperbesar kekuatannya, mempertinggi kesadaraannya dan menyatu dalam setiap langkah untuk mewujudkan kampus yang imiah dan demokratis. Pimpinan kampus juga harus bisa menyadari bahwa selama kebijakan itu tidak diorientasikan untuk kebutuhan mahasiswa dan tidak  melibatkan mahasiswa dalam pengambilan keputusan, maka selama itu pula kritik dan gelombang perlawanan dari rakyat akan terus mereka hadapi.

Penulis : Ahsan Setiawan