Penyataan Sikap FMN Makassar Mendukung Buruh Cabut PP No.78 Pengupahan 2015
Dalam keterangan
pers-nya pada Senin, 26 Oktober 2015, Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri
menyatakan bahwa Presiden Jokowi telah secara resmi menandatangani PP No. 78
tahun 2015 tentang Pengupahan. Sebelum disahkan, PP Pengupahan ini telah
menjadi polemik dikarenakan kebijakan ini dinilai sebagai skema rejim untuk
mempertahankan politik upah murah di Indonesia. Peraturan Pemerintah ini akan
mulai digunakan untuk menetapkan kenaikan upah tahun 2016 mendatang. Penolakan
besar- besaran yang di lakukan kaum buruh akhinya menempuh strategi Mogok
Nasional mulai tanggal 24- 27 novenber. Tentu jalan yang di tempuh ini merupakan
analisis dan punya landasan yang cukup
bisa membuktikan bahwa sampai saat ini kesejahtraan yang di janjikan oleh
pemerintahan yang berkuasa masih jauh dari harapan kesejahtraan. Hadirnya PP Pengupahan akan semakin memasifkan
perampasan upah terhadap klas buruh. Menghitung kenaikan upah hanya bersandar
pada inflasi serta pertumbuhan ekonomi semata tidak ada bedanya dengan
membatasi kenaikan upah buruh dibawah 10 persen per tahun.
Angka inflasi,
meskipun berkorelasi dengan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok akan tetapi
faktanya kenaikan harga-harga kebutuhan pokok jauh melampaui angka inflasi,
ambil contoh inflasi 5% kenaikan harga-harga kebutuhan pokok bisa mencapai
100%. Selama ini pemerintah tidak pernah mempunyai upaya nyata dalam membantu
kehidupan buruh untuk melakukan kontrol atas harga. Jika harga-harga kebutuhan
pokok melambung tinggi, tentu nilai upah yang diterima oleh buruh tidak akan
sebanding dengan beban untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Hasil studi
GSBI(Gabungan serikat buruh indonesia) menemukan lebih dari 60% dari total upah
yang diterima oleh buruh digunakan untuk memenuhi konsumsi kebutuhan
pokoknya.Jika inflasinya tinggi, sudah pasti kenaikan harga juga lebih tinggi.
Jika kenaikan harga tinggi, kenaikan upah tentu akan terampas kembali oleh
harga barang.
Selain inflasi, formulasi upah didalam PP Pengupahan juga dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi. Ditengah situasi krisis global yang melanda seluruh negeri, tren pertumbuhan ekonomi juga akan mengalami pelambatan. Sejak 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi global angkanya tidak pernah melebihi 4%, bahkan di Amerika sendiri pertumbuhan ekonominya mendekati nol persen, atau tidak tumbuh sama sekali. Sedangkan indonesia juga terusmengelami penurunan secara signifikan secara berturut- turut. Di tahun 2011 pertumbuhan ekonomi indonesia sebesar (6,8 persen), 2012 sebesar (6,3 persen),2013 tumbuh (5,9 persen) dan akhir tahun 2014 0ptimis tumbuh sebesar(5,2 persen) dan di kuartal pertama di tahun 2015 hanya tumbuh 4,7 atau lebih melam-bat dari quartal tahun sebelumnya (year on year), sehingga akan di pastikan pertumbuhan ekonomi tahun 2015 dalam RPJMN 2015- 2019 yang di susun oleh Rezim Jokowi- Jusuf kalla tidak akan mengalami perbaikan dan semakin memassifkan PHK dan Pemangkasan upah buruh. Jika pemerintah Indonesia selalu mengklaim memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi hingga 6%, tentu hal ini patut dipertanyakan. Jikapun benar terjadi pertumbuhan ekonomi, pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang menikmati pertumbuhan ekonomi ini. Karena negeri ini dibangun dari dana hasil pinjaman, sebesar apapun pertumbuhan ekonominya tidak akan pernah mempunyai arti penting bagi rakyat Indonesia. Bahkan pada semester kedua tahun ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali dikoreksi pada angka 4,9%. Artinya, kontribusi pertumbuhan ekonomi untuk kenaikan upah buruh tahun 2016 kemungkinan hanya akan berada pada kisaran 5%. Jika diasumsikan inflasi berada pada angka 5%, maka upah tahun 2016 hanya akan naik sebesar 10% saja.
Diaspek politik, disahkannya PP Pengupahan memberikan dampak yang jauh lebih berbahaya. Formulasi yang telah ditetapkan melalui peraturan ini akan membatasi kesempatan bagi buruh untuk berjuang menentukan upahnya. Dalam pernyataan yang sama paska Paket Kebijakan Ekonomi IV diluncurkan, pemerintah menyatakan bahwa formulasi upah ini akan meredam “kegaduhan” yang selama ini terjadi setiap tahun menjelang kenaikan upah. Ini sejalan dengan Paket Kebijakan Ekonomi I yang secara tegas memberikan jaminan kepastian bagi investor. Jaminan kepastian yang disebut dalam hal ini adalah, investasi yang ditanamkan tidak mengalami gangguan, karena situasi keamanan yang kondusif. Sama artinya, bahwa setiap investasi yang ditanamkan harus bebas dari pemogokan maupun aksi-aksi demonstrasi, sehingga peranan aparat kepolisian dan tentara mutlak dibutuhkan. Sejak era pemerintahan SBY, upaya tindasan terhadap kebebasan berserikat, termasuk menyampaikan pendapat serta pemogokan klas buruh telah disingkirkan secara sistematis. Penetapan kawasan industri dan perusahaan menjadi Objek Vital Nasional Indonesia (OVNI) adalah salah satu langkah yang dilakukan dalam rangka terus menarik investasi agar terus masuk ke Indonesia. Melalui paket kebijakan ekonominya, Jokowi semakin melapangkan jalan bagi investasi dengan memberikan berbagai kemudahan fasilitas berupa ijin investasi cukup 3 jam, insentif pengurangan pajak maupun keringanan biaya listrik untuk industri. Kedepan, aksi-aksi pemogokan yang dilakukan oleh klas buruh tidak akan menjadi mudah dengan skema yang demikian.
Selain itu PP No. 78/2015 juga mengancam kebebasan berserikat bagi buruh, sebab didalam pasal 24 ayat 4 dinyatakan bahwa pengurus serikat buruh yang akan menjalankan tugas serikat harus mendapatkan persetujuan dari pengusaha dan dibuktikan secara tertulis. Pengalaman selama ini pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang hendak menjalankan tugas/kegitan serikat sangat sulit mendapatkan persetujuan dari pihak pengusaha. Jika perusahaan tidak memberikan persetujuan maka pengurus serikat tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengurus, dan apabila pengurus serikat memaksakan diri manjalankan tugasnya maka akan dianggap mangkir. Konsekuensinya selain dipotong upahnya juga terancam mendapatkan sanksi berupa SP, bahkan bisa di-PHK. Artinya PP ini selain bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 juga bertentangan dengan UU nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Selain inflasi, formulasi upah didalam PP Pengupahan juga dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi. Ditengah situasi krisis global yang melanda seluruh negeri, tren pertumbuhan ekonomi juga akan mengalami pelambatan. Sejak 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi global angkanya tidak pernah melebihi 4%, bahkan di Amerika sendiri pertumbuhan ekonominya mendekati nol persen, atau tidak tumbuh sama sekali. Sedangkan indonesia juga terusmengelami penurunan secara signifikan secara berturut- turut. Di tahun 2011 pertumbuhan ekonomi indonesia sebesar (6,8 persen), 2012 sebesar (6,3 persen),2013 tumbuh (5,9 persen) dan akhir tahun 2014 0ptimis tumbuh sebesar(5,2 persen) dan di kuartal pertama di tahun 2015 hanya tumbuh 4,7 atau lebih melam-bat dari quartal tahun sebelumnya (year on year), sehingga akan di pastikan pertumbuhan ekonomi tahun 2015 dalam RPJMN 2015- 2019 yang di susun oleh Rezim Jokowi- Jusuf kalla tidak akan mengalami perbaikan dan semakin memassifkan PHK dan Pemangkasan upah buruh. Jika pemerintah Indonesia selalu mengklaim memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi hingga 6%, tentu hal ini patut dipertanyakan. Jikapun benar terjadi pertumbuhan ekonomi, pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang menikmati pertumbuhan ekonomi ini. Karena negeri ini dibangun dari dana hasil pinjaman, sebesar apapun pertumbuhan ekonominya tidak akan pernah mempunyai arti penting bagi rakyat Indonesia. Bahkan pada semester kedua tahun ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali dikoreksi pada angka 4,9%. Artinya, kontribusi pertumbuhan ekonomi untuk kenaikan upah buruh tahun 2016 kemungkinan hanya akan berada pada kisaran 5%. Jika diasumsikan inflasi berada pada angka 5%, maka upah tahun 2016 hanya akan naik sebesar 10% saja.
Diaspek politik, disahkannya PP Pengupahan memberikan dampak yang jauh lebih berbahaya. Formulasi yang telah ditetapkan melalui peraturan ini akan membatasi kesempatan bagi buruh untuk berjuang menentukan upahnya. Dalam pernyataan yang sama paska Paket Kebijakan Ekonomi IV diluncurkan, pemerintah menyatakan bahwa formulasi upah ini akan meredam “kegaduhan” yang selama ini terjadi setiap tahun menjelang kenaikan upah. Ini sejalan dengan Paket Kebijakan Ekonomi I yang secara tegas memberikan jaminan kepastian bagi investor. Jaminan kepastian yang disebut dalam hal ini adalah, investasi yang ditanamkan tidak mengalami gangguan, karena situasi keamanan yang kondusif. Sama artinya, bahwa setiap investasi yang ditanamkan harus bebas dari pemogokan maupun aksi-aksi demonstrasi, sehingga peranan aparat kepolisian dan tentara mutlak dibutuhkan. Sejak era pemerintahan SBY, upaya tindasan terhadap kebebasan berserikat, termasuk menyampaikan pendapat serta pemogokan klas buruh telah disingkirkan secara sistematis. Penetapan kawasan industri dan perusahaan menjadi Objek Vital Nasional Indonesia (OVNI) adalah salah satu langkah yang dilakukan dalam rangka terus menarik investasi agar terus masuk ke Indonesia. Melalui paket kebijakan ekonominya, Jokowi semakin melapangkan jalan bagi investasi dengan memberikan berbagai kemudahan fasilitas berupa ijin investasi cukup 3 jam, insentif pengurangan pajak maupun keringanan biaya listrik untuk industri. Kedepan, aksi-aksi pemogokan yang dilakukan oleh klas buruh tidak akan menjadi mudah dengan skema yang demikian.
Selain itu PP No. 78/2015 juga mengancam kebebasan berserikat bagi buruh, sebab didalam pasal 24 ayat 4 dinyatakan bahwa pengurus serikat buruh yang akan menjalankan tugas serikat harus mendapatkan persetujuan dari pengusaha dan dibuktikan secara tertulis. Pengalaman selama ini pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang hendak menjalankan tugas/kegitan serikat sangat sulit mendapatkan persetujuan dari pihak pengusaha. Jika perusahaan tidak memberikan persetujuan maka pengurus serikat tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengurus, dan apabila pengurus serikat memaksakan diri manjalankan tugasnya maka akan dianggap mangkir. Konsekuensinya selain dipotong upahnya juga terancam mendapatkan sanksi berupa SP, bahkan bisa di-PHK. Artinya PP ini selain bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 juga bertentangan dengan UU nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Inilah yang menjadi landasan obyektif bagi
organisasi dan klas buruh di Indonesia kenapa PP No.78/2015 harus dicabut.
Karena secara ekonomi maupun politik, peraturan ini merampas hak sosial-ekonomi
dan hak politik (hak normatif) buruh dan tidak akan memberikan kebaikan sama
sekali terhadap klas buruh di Indonesia.
Satu tahun pemerintahan Jokowi-JK telah memberikan bukti nyata bahwa rejim ini tidak memiliki syarat untuk memperbaiki kondisi rakyat Indonesia. Terlebih ketika Jokowi mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi dimana salah satu paket tersebut mengatur formulasi upah baru di negeri ini.
Bagi klas buruh, kebijakan baru Jokowi ini adalah amunisi baru untuk terus memperterang siapa sesungguhnya pemerintahan Jokowi-JK. Ini bukanlah pemerintahan nasionalis, rejim ini tidak berbeda dengan rejim yang pernah ada sebelumnya, yang hanya setia untuk menjadi pelayan imperialisme dan tidak akan pernah menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat Indonesia. Pengabdian kepada tuan imperialisme, khususnya Amerika ditunjukkan oleh Jokowi dengan lawatannya ke AS beberapa pekan yang lalu, paska mengeluarkan lima paket kebijakan ekonomi, serta ditengah tuntutan rakyat di Sumatera dan Kalimantan yang tengah dikepung asap dampak pembakaran hutan yang sampai saat ini juga belum ada pemilik perusahaan yang diberikan sanksi. Seperti kita ketahui bencana asap di sumatra dan kalimantan adalah akibat ulah perusahaan besar seperti Sinar Mas dan beberapa perusahaan besar milik negara- negara imperialis yang di pimpin AS.
Satu tahun pemerintahan Jokowi-JK telah memberikan bukti nyata bahwa rejim ini tidak memiliki syarat untuk memperbaiki kondisi rakyat Indonesia. Terlebih ketika Jokowi mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi dimana salah satu paket tersebut mengatur formulasi upah baru di negeri ini.
Bagi klas buruh, kebijakan baru Jokowi ini adalah amunisi baru untuk terus memperterang siapa sesungguhnya pemerintahan Jokowi-JK. Ini bukanlah pemerintahan nasionalis, rejim ini tidak berbeda dengan rejim yang pernah ada sebelumnya, yang hanya setia untuk menjadi pelayan imperialisme dan tidak akan pernah menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat Indonesia. Pengabdian kepada tuan imperialisme, khususnya Amerika ditunjukkan oleh Jokowi dengan lawatannya ke AS beberapa pekan yang lalu, paska mengeluarkan lima paket kebijakan ekonomi, serta ditengah tuntutan rakyat di Sumatera dan Kalimantan yang tengah dikepung asap dampak pembakaran hutan yang sampai saat ini juga belum ada pemilik perusahaan yang diberikan sanksi. Seperti kita ketahui bencana asap di sumatra dan kalimantan adalah akibat ulah perusahaan besar seperti Sinar Mas dan beberapa perusahaan besar milik negara- negara imperialis yang di pimpin AS.
Sebagi kelas buruh yang menjadi pemimpin dalam perubahan mereka juga akan terus memperhebat perjuanagan di seluruh indonesia sebagai jawaban atas penderitaan yang berkepanjangan. Perjuangan rakyat indonesia yang berkedudukan sebagai negara setengah jajahan dan setengah feoudal akan terus di gelorakan dari semua lapisan masyarakat, klas buruh, kaum tani, kaum perempuan pemuda, rakyat miskin kota dan mahasiswa. Sebagai Organisasi Massa Mahasiswa yang percaya bahwa Mahasiswa adalah klas yang menopang perjuangan Rakyat maka kami dari FRONT MAHSISWA NASIONAL CABANG MAKASSAR mendukung penuh aksi Mogok Nasional dari klas buruh Indonesia tanggal 23- 27 november dan mengutuk segala bentuk kekerasan serta penangkapan kepada kaum buruh yang melakukan aksi mogok Nasioanal.
‘’Kaum Buruh Indonesia, Pemimpin Perjuangan..!!!
‘’Kaum Tani Indonesia, Soko Guru
Pembebasan..!!!
‘’Perempuan indonesia, Bangkit Melawan
Penindasan..!!!
‘’Pemuda mahsiswa, Berjuang BERSAMA
RAKYAT.....
Hidup Rakyat...!!!!
Ketua FMN Cabang Makassar
ASKAR