Memperingati International Woman’s Day, FPR Sulsel Kembali Lakukan Aksi
Tepat tanggal 8 Maret 2019, Para Perempuan dan pendukungnya yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan (FPR Sulsel) kembali melakukan aksi sebagai bentuk aksi solidaritas perempuan diseluruh dunia. Adapun Organisasi yang tergabung di FPR Sulsel adalah SERUNI Makassar, AGRA Sulsel, PEMBARU Sulsel, FMN Makassar, LINGKAR NALAR, FPM Sulsel, HMPS Pend. Antropologi FIS-UNM, HMJ PPKn FIS-UNM, HMJ PLB FIP-UNM, HMI Komisariat FIS-Psikologi UNM, HIMTI STIMIK AKBA dan melibatkan 114 massa aksi.
Aksi yang dipimpin langsung oleh Yulia Qur’ani dari SERUNI ini dimulai pukul 13.00 wita dan betitik kumpul di UNM Gunung sari dan pukul 15.26 wita bergeser ke depan DPRD Provinsi sebagai titik aksi pertama dan 16.09 wita bergeser ke Flyover sebagai titik aksi kedua sampai aksi ini selesai.
Aksi ini merupakan salah satu wujud dari persatuan dari perjuangan perempuan melawan deskriminasi dan penindasan yang dilakukan oleh rezim Jokowi-JK. Deskriminasi dan penindasan terhadap kaum perempuan saat ini sudah hampir tersebar disetiap sektor. Disektor buruh tani, masih adanya pengupahan yang tidak layak dan masih adanya pelarangan cuti haid, hamil, melahirkan hingga menyusui bagi perempuan. Masih maraknya perampasan tanah yang dilakukan oleh perusahaan perekebunan juga membuat perempuan semakin tertindas, seperti yang dilakukan oleh PT.Lonsum yang sudah 100 tahun di Bulukumba secara terus menerus memperluas kawasannya dengan cara mengklaim tanah rakyat yang merupakan tanah ulayat Adat Kajang.
Kurangnya tanah yang dapat dikelolah oleh rakyat membuat adanya kemiskinan dan pengangguran dimana-mana, sehingga rakyat rela menjadi buruh murah di pabrik-pabrik atau perusahaan asing. Bahkan ada yang rela keluar negeri menjadi buruh migran, ini membuktikan bahwa Negara tidak dapat menyediakan lapangan pekerjaan. Buruh migran Indonesia membuktikan bahwa jumlah Perempuan lebih banyak dibanding laki-laki dan seringkali perempuan mengalami kekerasan diluar negeri.
Begitupun deskriminasi perempuan yang terjadi dalam kampus, masih kurangnya kebebasan politik, berorganisasi bagi perempuan, masih adanya tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen pada mahasiswa perempuan sebagai prasyarat mendapatkan nilai baik, dan kasus lainnya seperti masih kurangnya sarana dan prasarana kampus penunjang kesehatan untuk perempuan.
Begitupun disektor politik, keterlibatan perempuan dalam politik praktis ataupun mendapat posisi yang tinggi dalam struktur kenegaraan belum dapat menyelesaikan akar persoalan perempuan sampai hari ini, karena walaupun mendapatkan posisi yang baik mereka masih tetap menjadi perpanjangan tangan dari berjuasi besar komprador, feodalisme dan kapitalisme birokrat.
Adapun beberapa tuntutan yang diserukan oleh FPR Sulsel pada aksi tersebut, diantaranya:
- Stop kekerasan seksual di dalam kampus.
- Berikan perbaikan kondisi kerja diberbagai sektor yang sangat rentan dengan kesehatan kaum perempuan.
- Berikan hak politik berupa kebebasan berpendapat dan berorganisasi bagi perempuan.
- Berikan fasilitas yang layak bagi kaum perempuan di dalam kampus.
- Berikan kepastian kerja bagi perempuan buruh pabrik dan buruh tani di perkebunan serta hapuskan system buruh kontrak dan outshorching.
- Tolak Reforma Agraria Palsu Jokowi-Jk, wujudkan Reforma Agraria Sejati dan berikan hak atas tanah bagi perempuan tani.
- Naikkan upah dan hapuskan diskriminasi upah bagi perempuan.
- Hentikan penggusuran atas nama infrastruktur dan percepatan pembangunan
- Berikan hak cuti haid, melahirkan, hamil dan menyusui bagi kaum perempuan.
- Berikan perlindungan keamanan dan kesejahteraan bagi buruh migrant
- Hentikan perdagangan manusia dan ciptakan lapangan kerja dalam negeri.
- Cabut SK DO dan Skorsing 4 Mahasiswa IAIM Sinjai.
- Tolak UKT dan cabut UU Perguruan Tinggi Np. 12 Tahun 2012.
- Kembalikan tanah ulayat adat kajang yang dirampas oleh PT. Lonsum
- Cabut PP 78 Thn. 2015 tentang Pengupahan.
Penulis : Heryanto (Sekretaris FMN UNM)