Ratusan Massa Aksi FPR Sulsel Tuntut Lawan Kekerasan Akademik dan Perampasan Ruang Hidup Rakyat
Makassar, 10 Desember 2018. Ratusan massa aksi FPR Sulsel memadati jalan A.P Pettarani dalam momentum hari HAM Internasional. Tercatat sekitar 318 massa aksi FPR Sulsel yang didalamnya tergabung LK Se-UNM, Pembaru Sulsel, FMN Makassar, Lingkar Nalar, Himpunan Mahasiswa Mamuju Tengah, FPM Sulsel, AGRA Sulsel dan Kontras Sulawesi.
Aksi yang membawa isu grand isu “Lawan Kekerasan Akademik dan Perampasan Ruang Hidup Rakyat” dimulai pada pukul 13.00 wita. Massa aksi FPR melakukan longmarch dari Kampus UNM Gunung Sari menuju DPRD Kota Makassar / Pertigaan Jalan Hertasning – Pettarani yang disepakati senbagai titik aksi yang pertama.
“Dalam rangka perjuangan untuk penegakan HAM di dunia, terdapat satu momentum bersejarah yaitu UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHT pada 10 Desember 1948. Deklarasi Universal HAM ini berisi kewajiban bagi setiap negara di dunia untuk memberikan jaminan pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasar bagi warga negaranya. Namun sampai saat ini, sama sekali perlindungan itu tidak kita rasakan. Pelanggaran HAM masih kerap terjadi, termasuk di kampus UNM. Di UNM, 6 mahasiswa FE UNM mendapatkan sanksi skorsing karena melakukan aksi menanyakan kejelassan anggaran fakultas dan menuntut perbaikan fasilitas kampus. Bukan hanya itu, massa aksi Bem FIK UNM yang juga melakukan aksi mempertanyakan anggaran dan menuntut perbaikan kampus mendapatkan tindak represif dari oknum dosen. Selain sektor mahasiswa, rakyat miskin kota juga tidak terlepas dari pelanggaran HAM. Ancaman penggusuran dengan dalih keindahan kota hingga pembangunan infrastruktur kian menjadi mimpi buruk. PK5 yang berada didepan kampus UNM adalah salah satu tempat yang terancam tergusur. PK5 Center yang ditawarkan menjadi solusi ternyata mendapatkan penolakan dari para pedagang Karena system penjualan yang berbeda dari sebelumnya. Mulai dari penerapan 1 kasir, penjualan online hingga penentuan produk yang dijual tiap pedagang dinilai sangat membatasi kreasi para pedagang. Selain itu, pedagang yang rata-rata berusia lanjut dan tingkat pendidikan rendah tidak paham dengan system penjualan yang diterapkan di PK5 Center. Belum lagi jika dialokasikan, jarak tempuh dari rumah pedagang ke PK5 Center semakin jauh.” Ujar Ari Koordinator aksi FPR Sulsel yang juga merupakan presiden BEM UNM.
“Selian Makassar, kabupaten Bulukumba juga tidak terlepas dari pelanggaran HAM. Salah satu kasus yang mencuak baru-baru ini adalah pembangunan terminal aspal curah di Kel. Sapolohe Kec. Bonto Bahari. Pembangunan yang melibatkan pemerintah daerah Bulukumba yang bekerja sama dengan pihak swasta yakni PT. Mitra Dagang Makmur. Lokasi pembangunan terminal aspal curah merupakan pusat aktivitas produksi masyarakat yang berprofesi sebagai petani rumput laut yang berjumlah 34 kelompok dengan 357 anggota dan menghidupi 1.299 jiwa. Dan 357 anggota petani rumput laut tersebut menyatakan menolak rencana pembangunan terminal dan pelabuhan khusus aspal curah. Karena hal tersebut akan menghilangkan mata pencaharian utama masyarakat. Namun yang sangat disayangkan, sikap dari pemerintah kanupaten Bulukumba yang ngotot melanjutkan proyek tersebut. Artinya, hari ini pemkab Bulukumba memilih mengorbankan masyarakat Bulukumba dan menghamba kepada investasi.” Tambahnya.
Setelah beberapa 30 menit aksi dilakukan di DPRD Kota Makassar / Pertigaan Jalan Hertasning – Pettarani, massa aksi bergeser ke depan kampus UNM yang disepakati sebagai titik aksi kedua. Kampanye didepan UNM diharapkan dapat memberikan tekanan kepada rector UNM supaya dapat memberi perintah kepada dekan FE UNM untuk mencabut SK Skorsing tersebut selain itu juga dapat mengusut tuntas kasus pemukulan massa FIK UNM.
Aksi tersebut diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap oleh pimpinan-pimpinan organ. “Aksi ini bukan akhir dari gerakan kita. Tapi ini baru awal dari gerakan kita. Ketika kampus semakin memperlihatkan watak fasisnya, maka persatuan gerakan kita yang akan meruntuhkannya.” Tegas Ari mengakhiri Aksi pada momentum hari HAM Internasional.
Penulis : Cibal (Dept. Pendidikan dan Propaganda FMN Makassar)