MEA 2015 dan Nasib Pendidikan di Indonesia
Lahirnya MEA Tahun 2015 adalah tahun diberlakukannya skema
masyarakat ekonomi tingkat ASEAN, atau yang biasa disebut Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA). Hal ini lahir dari kesepakatan para pemimpin negara-negara di ASEAN.
Skema ini sebenarnya adalah rencana yang sudah lama menjadi rencana dari ASEAN.
Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN diawali dengan disepakatinya ASEAN vision 2020
di Kuala Lumpur pada tahun 1997 yang bertujuan untuk membangun ASEAN menjadi
suatu komunitas yang berpandangan maju, hidup dalam lingkungan yang aman,
damai,stabil, makmur, serta diikat oleh hubungan kemitraan. Kemudian hal ini
kembali dipertegas kembali pada pertemuan KTT ke-9 ASEAN di Bali pada 2003
dengan ditandatanganinya ASEAN Concord II, yang akan menjadikan komunitas ASEAN
pada tahun 2020. Namun rencana tersebut ke-mudian diubah pada pertemuan KTT ke-12
ASEAN di Filipina pada tahun 2007.1 Komitmen untuk membangun Masyarakat Ekonomi
ASEAN pada tahun 2020 dipercepat menjadi tahun 2015 dengan ditandatanganinya “Cebu
Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by
2015”.
Negara-negara ASEAN mencoba membangun sebuah komunitas regional atau masyarakat Ekonomi ASEAN dengan memusatkan pada 4 (tiga) pilar utamanya2. Pilar Pertama; ASEAN sebagai pasar tunggal dan kesatuan basis produksi. Ini berbentuk arus bebas barang dan jasa, arus bebas investasi, arus bebas tenaga kerja terampil dan arus bebas modal. Dalam hal ini mencakup 12 sektor yang terdiri dari 7 sektor produksi barang (pertanian, elektronik, perikanan, karet, tekstil, otomotif dan produk berbasis kayu) dan 5 sektor jasa (transportasi, e-asean, pelayanan Pilar Kedua; Kawasan ekonomi yang berdaya saing dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce. Pilar Ketiga; ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah. Pilar Keempat; Pasar tunggal ASEAN terintegrasi pada perekonomianm global. Dari 4 pilar utama MEA, tampak secara jelas ancaman dalam hal kedaulatan dan kemandirian suatu negara seperti Indonesia akibat kebijakan-kebijakan pasar bebas yang hakekatnya bukan untuk kepentingan nasional, namun MEA ini akan memberikan kebebasan seluasluasnya bagi negara-negara maju untukmenguasai alam dan manusia dari negara-negara berkembang di ASEAN khususnya indonesia yang menjadi salah-satu topangan untuk menyelesaikan krisis global .
Negara-negara ASEAN mencoba membangun sebuah komunitas regional atau masyarakat Ekonomi ASEAN dengan memusatkan pada 4 (tiga) pilar utamanya2. Pilar Pertama; ASEAN sebagai pasar tunggal dan kesatuan basis produksi. Ini berbentuk arus bebas barang dan jasa, arus bebas investasi, arus bebas tenaga kerja terampil dan arus bebas modal. Dalam hal ini mencakup 12 sektor yang terdiri dari 7 sektor produksi barang (pertanian, elektronik, perikanan, karet, tekstil, otomotif dan produk berbasis kayu) dan 5 sektor jasa (transportasi, e-asean, pelayanan Pilar Kedua; Kawasan ekonomi yang berdaya saing dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce. Pilar Ketiga; ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah. Pilar Keempat; Pasar tunggal ASEAN terintegrasi pada perekonomianm global. Dari 4 pilar utama MEA, tampak secara jelas ancaman dalam hal kedaulatan dan kemandirian suatu negara seperti Indonesia akibat kebijakan-kebijakan pasar bebas yang hakekatnya bukan untuk kepentingan nasional, namun MEA ini akan memberikan kebebasan seluasluasnya bagi negara-negara maju untukmenguasai alam dan manusia dari negara-negara berkembang di ASEAN khususnya indonesia yang menjadi salah-satu topangan untuk menyelesaikan krisis global .
MEA adalah skema yang dibangun untuk
memastikan terkonsolidasikannya negara-negara di regional ASEAN. Masyarakat
Ekonomi ASEAN sesungguhnya adalah wadah konsolidasi para pemimpin negara untuk mengatur
mekanisme perdagangan antara Negara-negara ASEAN yang berkiblat pada kebijakan
Neo-liberal imperialisme AS
Pasar Bebas MEA adalah Kedok untukmenjalankan monopoli Perdagangan
Pasar Bebas MEA adalah Kedok untukmenjalankan monopoli Perdagangan
di ASEAN
Perkembangan Kapitalisme telah mengalami tingkat tertinggi dan terakhir sebagai kapitalisme monopoli internasional (Imperialisme). Kapitalisme monopoli internasional mempunyai 5 ciri-cirinya yaitu :
Perkembangan Kapitalisme telah mengalami tingkat tertinggi dan terakhir sebagai kapitalisme monopoli internasional (Imperialisme). Kapitalisme monopoli internasional mempunyai 5 ciri-cirinya yaitu :
1).Konsentrasi
produksi dan monopoli di tangan segintir perusahan korporasi (MNC, TNC).
2).
Perpaduan antara kapital industri dan kapital bank yang membentuk oligarki
finans.
3). Perpaduan
ekspot kapital dan barang yang membentuk oligarki finans.
4).
Pembagian dunia diantara mereka dan
5). Pembagian dunia di antara mereka telah usai.
5). Pembagian dunia di antara mereka telah usai.
Dengan demikian pasar
bebas yang menjadi “dagangan” pembangunan yang dikumandangkan AS ke seluruh penjuru dunia,
sesungguhnya adalah tipu muslihat terhadap rakyat demi melanggengkan
perdagangan monopoli internasionalnya. Pasar bebas adalah
sebuah ilusi yang dikembangkan AS sebagai pemegang tunggal kekuatan utama imperialisme di dunia. Karena hakekatnya pasar
bebas bukan berarti memberikan kebebasan bagi seluruh negara-negara mempunyai kesempatan
yang sama untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan barang dan jasanya.
Namun seluruh aktivitas arus bebas produksi barang dan jasa dalam pasar tunggal
ASEAN nanti akan sepenuhnya dimonopoli borjuasi-borjuasi internasional imperialisme
AS dan negara-negar imperialisme lainnya.
Motif pasar tunggal MEA tentu
diarahkan untuk menyukseskan penyelamatan krisis global yang disebabkan kerakusan
dari imperialisme AS. Krisis berkepanjangan yang dialami oleh imperialisme AS mengharuskan mereka
mendistribusikan krisisnya yang tersebar seluruh dunia. Sehingga seluruh negara
dipaksa untuk berperan serta mengatasi krisis global dengan membebani ke pundak klas pekerja.
Skema kebijakan Neo-liberal dianggap menjadi obat penawar bagi imperialisme AS
dalam mengatasi krisisnya, yang sebenarnya sudah terbukti gagal sejak
kelahirannya tahun 1970 an. Imperialisme AS terus-menerus berusaha menguasai
sepenuhnya negara-negara di Afrika dan Timur Tengah, dengan cara-cara perang melawan
terorisme dan gerakan radikal keagamaan untuk dapat melakukann invansi
atas misi proyek perdamaian dunianya. Cara-cara ini digunakan untuk memuluskan
jalan imperialisme AS mendirikan pemerintahan-pemerintahan boneka sehingga
dapat secara leluasa menguasai kekayaan alam dan manusia di negara-negara
Afrika dan Timur tengah. Hal ini yang membuat negara-negara seperti Suriah,
Irak, Mesir, Libya dan lainnya, tidak pernah stabil akibat misi jahat
penguasaan imperialisme AS.
Sementara itu, Asia Tenggara menjadi
wilayah yang sangat potensial dan teramat penting bagi imperialisme AS dalam
hal menyelematkan kebangkrutan perusahan-perusahaan raksasa korporasinya.
Pasalnya di wilayah ini terdapat begitu banyak sumber daya alam sebagai bahan
mentah industri imperialis, jumlah penduduk yang besar yang dapat dimanfaatkan
sebagai tenaga kerja murah dan tempat pemasaran untuk barang-barang over
produksinya. Dan negara-negara ASIA ini menjadi sasaran utama imperialisme AS dan
sekutunya saat ini untuk berinvestasi secara besar dan meluas yang dapat memberikan
super profit bagi borjuasi-borjuasi internasional mereka. Faktor ini kemudian
mendorong imperialisme AS terus menjaga kestabilan dan dominasinya dengan
berbagai skema atas negaranegara di wilayah Asia Tenggara. Kali ini imperialisme AS menggunakan
wadah konsolidasi berupa Masyarakat Ekonomi ASEAN di Asia Tenggara yang
terintegrasi langsung dengan perdagangan global yang dimonopoli AS. Hal ini
terlihat dari rencana awal dimana MEA diberlakukan pada tahun 2020, namun seiring
dengan semakin memburuknya krisis yang menimpa imperialisme AS terutama atas
pukulan berat krisis pada periode 2008, mereka mempercepat pelaksanaan MEA
Tahun 2015. Kemudian, seluruh skema global yang dibangun oleh MEA sama sekali
bukan untuk memberikan kemajuan bagi Negara Indonesia, namun MEA ini akan
semakin menghancurkan kedaulatan dan kemandirian
Negara
Indonesia baik secara ekonomi, politik, budaya dan militer. Sebab, MEA
merupakan pasar tunggal di kawasan ASEAN untuk menyukseskan Hasil KTM IX WTO
(Paket Bali) yang mengabdi pada kepentingan imperialisme AS melalui skema
kebijakan Neo-liberalnya.Sementara itu, posisi Indonesia
merupakan bagian yang sangat penting dan menentukan dalam untuk berjalannya skema
MEA. Indonesia adalah pasar yang paling potensial, mengingat jumlah penduduk
Indonesia adalah 40% dari total penduduk ASEAN. Di Indonesia saat ini arus
bebas investasi dan modal asing menguasai sumbersumber daya alam di Indonesia
semakin meluas ke seluruh daerahdaerah. Untuk melayani investor asing secara
baik, pemerintahan Indonesia melakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur-infrastuktur
pokok dan penunjang. Pembangunan infrastuktur ini bukanlah sebagai tanda kemajuan
negara Indoinesia, namun pembangunan infrastuktur ini hanya berorientasi
untuk efisiensi dan efektifitas bisnis dari imperialisme AS serta borjuasi
besar komprador dan tuan tanah di Indonesia. Dan pembangunan infrastuktur ini
malah semakin memasifkan perampasan dan monopoli tanah rakyat di Indonesia.
Selain pada bagian infrastruktur, MEA juga mendorong adanya perubahan pola pengelolaan Sumber Daya Manusia. Berbeda dengan sebelumnya yang hanya memiliki standar nasional pembangunan SDM, kini untuk menyesuaikandengan orientasi MEA. Maka dibentuklah suatu standar barudalam pembangunan SDM. Tujuannyaadalah agar rakyat Indonesia dapatberkompetisi pada pasar tenaga kerjamurah yang seenaknya diperjualbelikandengan bebas dan murah dikawasan ASEAN. Tentu yang akan semakin dimiskinkan adalah klas buruh. Selama ini, dalih yang diberikan oleh pemerintah adalah bahwa MEA merupakan kesempatan yang baik bagi Indonesia dan masyarakatnya untuk dapat mengambil keuntungan. Hal ini terus diilusikan melalui berbagai program, seperti sekolah-sekolah kejuruan atau kewirausahaan. Kemudian kategori yang disepakati di MEA meliputi; insinyur, arsitektur, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi dan akuntan. Ini akan semakin menunjukkan bagaimana ancaman output pendidikan yang hanya mencetak tenaga kerja yang siap saji di pasaran ASEAN, tanpa adanya usaha meningkatkan tenaga-tenaga kerja Indonesia yang mengabdikan dirinya membangun bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaulat.
Kemudian pengembangan UMKM menjadi pilar utama MEA. UMKM disebut sebagai program ekonomi yang dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat ASEAN yang mempunyai kapital kecil untuk menjalankan bisnisnya. Ini sama saja dengan tipu muslihat yang selalu dihembuskan oleh negara-negara maju di Indonesia semenjak masa Orde baru. Karena sebuah kebohongan besar apabila UMKM dapat berkembang maju di Indonesia semasih investor dan modal asing masih merajai pasar di Indonesia. Mereka juga berdalih dengan adanya penerapan non- tarif perdagangan barang dan jasa dalam MEA, akan dapat memberikan kesempatan emas bagi pelaku UMKM. Ini adalah ilusi yang mendalam dan tidak akan terbukti kebenarannya. Karena pada prakteknya, MEA akan semakin mematikan pelaku-pelaku UMKM sebagai hukum sistem imperialisme yang memonopoli seluruh sendi-sendi perekonomian di seluruh negara-negara. Karena sudah pasti pelaku-pelaku UMKM akan kalah bersaing dengan perusahanperusahaan korporasi baik dalam hal modal ataupun barang-barang dagangan di pasar. Demikian dalam MEA ini yang akan mengatur liberalisasi dalam hal perbankan. Perbankan akan memainkan peranannya untuk menopang seluruh perusahan-perusahaan besar dalam misi menguasai sumber kekayaan alam di di Indoneisa. Adapun perbankan akan menopang UMKM, adalah usaha untuk mendistribusikan pinjaman kepada pelakupelaku UMKM untuk meraup keuntungan semata. MEA dalam urusan Perbankan juga menjadi ancaman bagi kedaulatan di Indonesia, karena akan lebih bebasnya perbankan-perbankan asing ke Indonesia untuk meraup keuntungan dan terutama efisiensi eksport kapital negara-negara maju ke negara Indonesia.
Selain pada bagian infrastruktur, MEA juga mendorong adanya perubahan pola pengelolaan Sumber Daya Manusia. Berbeda dengan sebelumnya yang hanya memiliki standar nasional pembangunan SDM, kini untuk menyesuaikandengan orientasi MEA. Maka dibentuklah suatu standar barudalam pembangunan SDM. Tujuannyaadalah agar rakyat Indonesia dapatberkompetisi pada pasar tenaga kerjamurah yang seenaknya diperjualbelikandengan bebas dan murah dikawasan ASEAN. Tentu yang akan semakin dimiskinkan adalah klas buruh. Selama ini, dalih yang diberikan oleh pemerintah adalah bahwa MEA merupakan kesempatan yang baik bagi Indonesia dan masyarakatnya untuk dapat mengambil keuntungan. Hal ini terus diilusikan melalui berbagai program, seperti sekolah-sekolah kejuruan atau kewirausahaan. Kemudian kategori yang disepakati di MEA meliputi; insinyur, arsitektur, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi dan akuntan. Ini akan semakin menunjukkan bagaimana ancaman output pendidikan yang hanya mencetak tenaga kerja yang siap saji di pasaran ASEAN, tanpa adanya usaha meningkatkan tenaga-tenaga kerja Indonesia yang mengabdikan dirinya membangun bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaulat.
Kemudian pengembangan UMKM menjadi pilar utama MEA. UMKM disebut sebagai program ekonomi yang dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat ASEAN yang mempunyai kapital kecil untuk menjalankan bisnisnya. Ini sama saja dengan tipu muslihat yang selalu dihembuskan oleh negara-negara maju di Indonesia semenjak masa Orde baru. Karena sebuah kebohongan besar apabila UMKM dapat berkembang maju di Indonesia semasih investor dan modal asing masih merajai pasar di Indonesia. Mereka juga berdalih dengan adanya penerapan non- tarif perdagangan barang dan jasa dalam MEA, akan dapat memberikan kesempatan emas bagi pelaku UMKM. Ini adalah ilusi yang mendalam dan tidak akan terbukti kebenarannya. Karena pada prakteknya, MEA akan semakin mematikan pelaku-pelaku UMKM sebagai hukum sistem imperialisme yang memonopoli seluruh sendi-sendi perekonomian di seluruh negara-negara. Karena sudah pasti pelaku-pelaku UMKM akan kalah bersaing dengan perusahanperusahaan korporasi baik dalam hal modal ataupun barang-barang dagangan di pasar. Demikian dalam MEA ini yang akan mengatur liberalisasi dalam hal perbankan. Perbankan akan memainkan peranannya untuk menopang seluruh perusahan-perusahaan besar dalam misi menguasai sumber kekayaan alam di di Indoneisa. Adapun perbankan akan menopang UMKM, adalah usaha untuk mendistribusikan pinjaman kepada pelakupelaku UMKM untuk meraup keuntungan semata. MEA dalam urusan Perbankan juga menjadi ancaman bagi kedaulatan di Indonesia, karena akan lebih bebasnya perbankan-perbankan asing ke Indonesia untuk meraup keuntungan dan terutama efisiensi eksport kapital negara-negara maju ke negara Indonesia.
Memaknai MEA 2015 sebagai
liberalisasi perdagangan barang dan jasa di kawasan ASEAN sebagai kesempatan emas
adalah sebuah ilusi dan sekaligus merupakan pengkhianatan pemerintah RI
terhadap cita-cita luhur kemerdekaan Indonesia untuk bebas, merdeka,
berdaulat dan mandiri di atas bangsanya sendiri. Sebab, seluruh aktivitas ekonomi
baik pertanian, pariwisata, perikanan, energi, SDM, dan lain-lain bukan lagi
diperuntuk pemerintah bagi kesejahteraan rakyatnya. Akan tetapi, aktivitas MEA
menjadi usaha
memastikan kawasan perdagangan ASEAN untuk dikuasai imperialisme AS. Dan
Indonesia akan memainkan peran sentral sebagai penghubung AS untuk menguasai perekonomian
ASEAN sepenuhnya.
MEA Semakin Memperburuk Orientasi
Pendidikan di Indonesia
Dunia
pendidikan di Indonesia akan terus mendapat gempuran dari mekanisme yang
dibangun oleh pemerintah. Kebijakan komersialisasi, liberalisasi dan
privatisasi menjadi program yang terus dijalankan pemerintahan Jokowi-JK.
Semenatar pemerintahan Jokowi-JK yang berjanji akan memberikan wajib belajar 12
tahun masih saja menjadi isapan jempol
belaka yang tidak terbukti kebenarannya. Demikian pula kartu sakti KIP, tidak
mempunyai manfaat yang dapat secara langsung meningkatkan angka pendidikan di
Indonesia mulai dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi. Jokowi-JK masih juga
menjalankan kebijakan undangundang pendidikan tinggi No. 12 tahun 2012, yang
nyata-nyata adalah kebijakan otonom perguruan tinggi yang semakin membuat biaya pendidikan tinggi
mahal di Indonesia. Bahkan semenjak diterapkan kebijakan ini sebagai paying
hukum pendidikan tinggi di Indonesia, biaya pendidikan tinggi dari tahun ke
tahun di setiap Universitas mengalami kenaikan ratarata 100% per tahun.
Sementara itu, Kurikulum 2013 untuk yang ditentang oleh rakyat Indonesia
khususnya kalangan pelajar dan guru-guru karena tidak sesuai dengan orientasi
dan konsep untuk memajukan kualitas pendidikan di Indonesia. Akhirnya kurikulum
2013 diberhentikan oleh Anis Baswedan selalu Menteri kebudayaan, pendidikan
dasar dan menengah untuk dikembalikan pada KTSP 2006. Namun ini sifatnya
sementara. Dan parahnya pasca pencabutan kurikulum 2013 bukan malah
memperbaiiki keadaan yang buruk akibat yang ditimbulkan kurikulum 2013, tapi
malah membuat kebinggungan. karena kurikulum 2013 disebut akan tetap dijalankan
setelah selesai tahapan evaluasi dan persiapan yang lebih matang dari pemerintah. Belum usai beberapa permasalahan tersebut,
kini pendidikan Indonesia kembali dihadapkan dengan skema dari MEA 2015.
Konsep MEA dalam dunia pendidikan adalah menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan pasar (link and Match). Sehingga hakekat pendidikan di Indonesia bertolak belakang dari orientasi pendidikan itu sendiri. Karena pendidikan segoyanya adalah berguna untuk menciptakan peradabaan masyarakat Indonesia yang maju melalui pengembangan IPTEK untuk memberdayakan pengelolahan kekayaan alam dan manusianya. Namun pemerintahan Indonesia telah mempersiapkan pendidikan agar dapat menyambut MEA 2015 ini. Dimulai dari penerbitan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang telah diundangkan pada tanggal 17 Januari 2012. Sebagai tindak lanjut Peraturan presiden Nomor 8 tahun 2012 tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan RI (Permen) Nomor 73 tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi yang telah diundangkan pada tanggal 13 Juni 2013. Jika dicermati, pemerintah Indonesia selama 3 tahun ini telah mempersiapkan Perguruan Tinggi untuk menyambut MEA dan penjabaran pelaksanaan Perpres ini yang diterjemahkan dengan Peraturan Menteri yang juga telah diberlakukan 1,5 tahun menjelang berlakunya MEA. Peraturan pendidikan ini mempunyai semangat untuk mencetak SDM yang siap untuk menjadi tenaga kerja murah baik di dalam maupun luar negeri.
Konsep MEA dalam dunia pendidikan adalah menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan pasar (link and Match). Sehingga hakekat pendidikan di Indonesia bertolak belakang dari orientasi pendidikan itu sendiri. Karena pendidikan segoyanya adalah berguna untuk menciptakan peradabaan masyarakat Indonesia yang maju melalui pengembangan IPTEK untuk memberdayakan pengelolahan kekayaan alam dan manusianya. Namun pemerintahan Indonesia telah mempersiapkan pendidikan agar dapat menyambut MEA 2015 ini. Dimulai dari penerbitan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang telah diundangkan pada tanggal 17 Januari 2012. Sebagai tindak lanjut Peraturan presiden Nomor 8 tahun 2012 tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan RI (Permen) Nomor 73 tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi yang telah diundangkan pada tanggal 13 Juni 2013. Jika dicermati, pemerintah Indonesia selama 3 tahun ini telah mempersiapkan Perguruan Tinggi untuk menyambut MEA dan penjabaran pelaksanaan Perpres ini yang diterjemahkan dengan Peraturan Menteri yang juga telah diberlakukan 1,5 tahun menjelang berlakunya MEA. Peraturan pendidikan ini mempunyai semangat untuk mencetak SDM yang siap untuk menjadi tenaga kerja murah baik di dalam maupun luar negeri.
Jika mengacu pada 2 (dua) peraturan di atas, bahwa pemerintah terus mendorong pendidikan,
khususnya pendidikan tinggi bukan bertujuan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan teknologi dalam membangun kemandirian dan kedaulatan di Indonesia dengan
menyukseskan reforma agraria sejati dan industri nasional. Lihat saja pengembangan
pendidikan hanya diorientasikan untuk menjadi pekerja yang siap melayani
perusahan korporasi internasional dan dalam negeri. Upaya ini dapat dilihat
dengan memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan (Vokasi) tingkat pendidikan
menengah (SMK, SMEA, STM) baik dengan jurusan teknik, ekonomi, pariwisata, ilmu
kesehatan, ilmu pelayaran dll. Pada tahun 2008 rasio perbandingan SMA dengan
SMK adalah 70:30, sedangkan pada tahun 2012 perbandingannya adalah 51:49, dan
pada tahun 2015 mendatang target MENDIKBUD jumlah SMK mencapai 55% dari sekolah
menengah atas yang saat ini berjumlah 22.000 dengan menampung 9 juta siswa. Pada tahun 2020 jumlah SMK
ditargetkan mencapai 60%3. Adapun daerah yang diprioritaskan pembangunan SMK
adalah daerah yang masuk koridor MP3EI dan kabupaten/kota yang angka
partisipasi kasarnya di bawah standar nasional.
Di sektor pendidikan tinggi,
pemerintahan Jokowi-JK senantiasa mempertahankan otonomi
perguruan tinggi dalam UU PT untuk memberikan ruang komersialisasi. Maka sangat
ironi pada naskah resmi UU PT, pasal 48 khususnya ayat 1 dan 4, perguruan tinggi
diwajibkan untuk melakuan kerjasama dan pengabdiannya kepada dunia usaha dan
industri, kemudian pemerintah juga berkewajiban memfasilitasi kerjasama dan
kemitraan perguruan
tinggi dengan dunia usaha dan dunia industri. Hal ini semakin menunjukkan pada
kita bahwa pendidikan tinggi hanya diorientasikan untuk mengabdi pada dunia
usaha dan
industri yang dikuasai oleh para perampas tanah rakyat, perampas energi rakyat,
perampas hutan rakyat, dll. Manifestasi kerjasama ini selain berbentuk investasi
dalam meraup keuntungan dari dunia pendidikan, kampus-kampus juga dijadikan
sebagai pusat penelitian untuk memuluskan kepentingan eksplorasi dan eksploitasi
alam dan manusia para perusahaan dan perkebunan besar. Dalam hal ini, kampus
menjadi legitimasi untuk menjalankan kepentingan mereka yang sebenarnya sangat bertentangan
dengan kepentingan rakyat. Hal ini ditambah dengan diterbitkanya Permendikbud
No 49 Tahun 2014 tentang Standar nasional Pendidikan Tinggi, yang di dalamnya mengatur
adanya pembatasan/pengurangan waktu kuliah menjadi 5 tahun. Artinya pendidikan
tinggi hanya menekankan aspek kuantitas tanpa memberikan kebebasan pada mahasiswa
mengaktualisasikan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemajuan rakyat
Indonesia.
Hal ini semakin memperjelas bahwa institusi pendidikan terus didorong
untuk memaksimalkan lahirnya tenaga-tenaga kerja yang siap bekerja pada dunia
industri milik imperialis maupun milik borjuasi besar komprador. Pendidikan tidak
lagi menjadi proses aktualisasi atau
pemerdekaan manusia untuk membangun sejarah dan peradaban yang maju. Akan tetapi,
pendidikan hanya menjadi proses menciptakan manusiamanusia seperti robot yang
bekerja pada tuannya tanpa memikirkan kemajuan bangsa dan rakyatnya. Sehingga
pendidikan tidak ubahnya menjadi pabrik untuk melahirkan komoditi tenaga kerja
semata saja yang melayani dan memberikan keuntungan bagi negara-negara maju yang
berinvestasi di Indonesia. Pendidikan hanya diarahkan untuk beradaptasi pada kebutuhan pasar
tanpa adanya nilai-nilai yang menanamkan semangat membangun kemandiriandan
kedaulatan Republik Indonesia.
Symphati Dimas R (Ka. Dept.
Pendidikan dan Propaganda PPFMN
catatan kaki :
1 Paper Tinjauan Persiapan menuju AEC 2015 yang
disampaikan oleh Deputi Bidang Kordinasi kerjasama
Ekonomi Internasional Menko Perekonomian, Dalam
acara seminar di Hotel Bidakara, Jakarta 12 Februari 2013.
2 Buletin Info Singkat yang diterbitkan Sekretariat
Jenderal DPR RI, April 2014
3 http://edukasi.kompas.com/read/2012/08/29/
20190521/Jumlah.SMK.Terus.Ditambah