Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kobarkan Semangat Pemuda 28 Oktober

Mengobarkan semangat perjuangan pemuda Indonesia adalah menjadi bagian sejarah pembebasaan rakyat untuk menghancurkan dominasi imperialisme dan feodalisme yang terus mempertahankan keterbelakangan masyarakat Indonesia setengah jajahan dan setengah feudal.  Pemuda menjadi bagian rakyat Indonesia yang mempunyai karakter dinamis, mobilitas tinggi, cinta perubahan. Jika didefenisikan berdasarkan UU Kepemudaan No.40 Tahun 2009, kategori usia pemuda dimulai dari 16 – 30 tahun. Sementara berdasarkan data dari Bappenas, jumlah pemuda tahun 2014 mencapai 62,2 juta jiwa. Tentu angka itu sangat tinggi. Di satu sisi, pemuda disebut sebagai tenaga produktif  yang mampu membangun negaranya mencapai masyarakat yang sejahtera dan berdaulat. Tentu secara historis sekali pun, pemuda di Indonesia selalu mempunyai peran aktif dalam perkembangan dan perjuangan masyarakat Indonesia. 

Deklarasi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 telah membuktikan semangat pemuda untuk menyatukan diri dalam melawan penjajahan Kolonial Belanda untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia sepenuhnya. Lahirnya sumpah pemuda, tidak terlepas dari situasi konkrit rakyat Indonesia saat itu.  RakyatIndonesia saat itu dibelenggu kolonial Belanda dengan penindasan yang begitu hebat, baik keterhisapan melalui perampasan hak-hak dasar secara universal maupun personal. Perampasan seluruh sumber daya alam sebagai sumber penghidupannya, keterhisapan tenaga akibat paksaan kerja (Sistem tanam Paksa) dengan siksaan-siksaan secara fisik yang dialami setiap hari selama ratusan tahun di bawah kekuasaan kolonial belanda, membuat tempaan setiap hari yang terakumulasi terus-menerus hingga melahirkan semangat perlawanan yang kuat bagi seluruh rakyat Indonesia dalam mengobarkan semangat perjuangan pembebasan nasional dari jajahan kolonial.

Sumpah Pemuda sebagai moment kebangkitan pergolakan rakyat di abad 20 yang mengalami penjajahan Kolonial belanda sejak abad 17 menjadi bagian inspirasi bagi revolusi agustus 1945. Sehingga layak memposisikan momentum Sumpah pemuda 1928 menjadi bagian dari sejarah panjang perjuangan rakyat Indonesia melawan penindasan kolonial asing beserta tuan tanah lokal di Indonesia.

Namun cita-cita semangat sumpah pemuda semakin jauh saja dewasa ini. Sumpah pemuda yang meng-ikrarkan bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu, menjadi kertas sakti yang diperingati dari tahun ke tahun dengan kerangka semangat nasionalisme sempit, Sebab Negara melalui pemerintahan yang berkuasa masih kehilangan rohnya sebagai pemerintahan berdaulat dan mandiri dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Negara yang kaya akan alam dan keanekaragaman sumber daya manusianya, tidak mampu dimanfaatkan oleh pemerintahan untuk mengembangkan semangat kemajuan bangsa. Malah pemerintahan yang sudah pernah ada hingga saat ini, masih setia sebagai pelayan Imperialisme AS dan feodalisme yang menghisap dan menindas rakyat Indonesia.

Padahal apabila kita  menggali semangat dari Sumpah pemuda, jelas bahwa tertanam sebauh gagasan akan persatuan untuk menghapuskan penjajahan di Indonesia. Namun realitanya, Indonesia saat ini masih saja dijajah dengan cengkraman di bawah dominasi imperialisme AS dan feodalisme. Sementara pemerintahan yang berkuasa, berperan sebagai kaki tangan alias boneka yang tiada hentinya menyediakan kekayaan alam dan rakyat Indonesia untuk diekspolitasi demi kepentingan imperialisme AS dan feodalisme.

Pemuda dengan usia produktifnya, seharusnya dibekali pendidikan oleh Negara untuk mengasa keterampilan dan skillnya, agar mampu mengembangkan kekayaan alam Indonesia untuk kemakmuran rakyat. Namun karena masih mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, membuat pemuda banyak yang tidak mampu mengakses bangku-bangku pendidikan. Contohnya saja, dari lulusan SMA/sederajat tahun 2014 yang berjumlah sekitar 2,7 Juta, Negara hanya mampu menyediakan bangku perguruan tinggi negeri kepada mahasiswa baru sekitar 133.406. angka yang sangat-angka yang rendah. 

Belum lagi orientasi pendidikan Indonesia, dijadikan sebagai alat kebudayaan untuk menanmkan nilai-nilai keberpihakan pada kepentingan imperialisme AS dan feodalisme. Sehingga pendidikan Indonesia tidak mempunyai orientasi untuk membawa kemajuan rakyat dengan mendukung dan terlibat aktif memperjuangkan reforma agraria sejati dan membangun industry nasional.

Selain pendidikan yang menjadi hak dasar pemuda, pemuda juga mengalami persoalan untuk mendapatkan pekerjaan layak di Indonesia. Dari total jumlah pemuda sebanyak 62,2 Juta, Pemuda pengangguran masih sangat terbilang tinggi yaitu sebesar 16,7 Juta dan penggangguran dari perguruan tinggi berkisar 700 rb (Bappenas 2014). Oleh karena itu, hak dasar pemuda atas pendidikan dan pekerjaan dewasa ini masih saja belum mampu dipenuhi oleh Negara. Sementara kita tahu, bahwa sesungguhnya pemuda merupakan tenaga produktif di suatu bangsa yang harus dikembangkan untuk membangun Negara Indonesia yang mandiri dan berdaulat sepenuhnya tanpa adanya dominasi dari imperialisme AS dan feodalisme.

Dan  juga kita tahu bahwa beberapa hari yang lalu Indonesia baru saja melantik Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK. Rejim baru Jokowi-JK dianggap sebagai presiden populis yang disebut-sebut sebagai ratu adil atau satria pinigit yang dapat mengubah nasib rakyat Indonesia. Jokowi ingin melahirkan sebuah sistem gaya pemerintahan yang “bersandar dari rakyat”. Ini adalah sebuah ilusi yang mendalam yang dilahirkan oleh Jokowi-JK terhadap rakyat Indonesia, Kita tahu Jokowi-JK hanyalah rejim yang berkedok nasionalis dengan  mengerahkan seluruh kekuatan pendukungnya untuk tampil seolah-olah menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang merakyat. Jokowi-JK hanya meneruskan demokrasi palsu ala Imperialisme AS yang diwariskan SBY dengan menyebar benih-benih ilusi yang dalam atas perubahan terhadap rakyat Indonesia. Jokowi-JK bukan pemerintahan yang anti imperialisme AS dan feodalisme yang selama ini menindas dan menghisap rakyat Indonesia. Bahkan pada saat dirinya dilantik, Jokowi telah menjamu Menlu AS, John Kerry dan berkomitmen untuk memberikan ruang bagi imperialisme AS berinvestasi di bidang industri dan infrastuktur di Indonesia. Jokowi-JK juga tidak mempunyai program reforma agraria sejati yang kongkrit. Karena program pertanian keluarga, pembagian tanah 1,5 Ha per keluarga, pembangunan Bank pertanian, hanya reforma agraria palsu yang tidak memberikan tanah pada rakyat (landreform). Namun petani dimobilisasi untuk berada di bawah pengawasan perkebunan skala besar sebagai pemilik tanah. Artinya perkebunan-perkebunan skala besar yang selama ini merampas tanah rakyat, akan tetap dipertahankan.

Demikian konsep Revolusi mental yang dianggap sebagai konsep membentuk karakter rakyat Indonesia, belum mempunyai sebuah arah yang jelas  menciptakan kemajuan peradabaan di Indonesia. Karena menurut kami, revolusi mental tak ubah dengan konsep lama yang tidak menanamkan semangat perjuangan atas penindasaan yang dilakukan oleh imperialisme AS dan feodalisme di Indonesia. Revolusi mental juga tidak akan mampu mendorong pendidikan untuk mempunyai semangat melawan anti imperialisme AS dan feodalisme. Revolusi mental hanya menjadi simbolis yang sok progesif, namun tumpul tanpa mengubah sama sekali orientasi pendidikan Indonesia yang masih terbelakang.

Dan terakhir kami juga menyampaikan penolakan atas rencana kenaikan harga BBM oleh Jokowi-JK, sebagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat Indonesia. Sebab dengan kenaikan harga BBM, akan mendorong inflasi harga kebutuhan pokok di Indonesia yang semakin mencekik rakyat. Sebab kenaikan harga BBM tidak juga dibarengi dengan kenaikan upah atau pendapatan rakyat Indonesia. Atau sama halnya dengan tuntutan kenaikan upah 2015 yang diperjuangkan oleh kawan-kawan buruh. Itu akan percuma apabila Jokowi-JK tetap mencabut subsidi dan menaikkan harga BBM.

Oleh karena itu, Pimpinan Pusat Front Mahasiswa nasional (PP FMN) pada 28 oktober 2014, menyampaikan Selamat memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-86 Tahun. Kobarkan kembali Semangat Pemuda dan Tolak Rencana Kenaikan Harga BBM”.

28 Oktober 2014,