Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lagi! FPR Sulsel Gelar Aksi Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja

FPR Sulsel menggelar aksi pembentangan spanduk penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Fly Over Makassar, Kamis, 09/07/2020 [Foto : Istimewa]

DialektikaMassa,Makassar- Front Perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan (FPR Sulsel) kembali menggelar aksi unjuk rasa dalam rangka menolak rencana pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Kamis (09/07/2020).

Aksi unjuk rasa mulai digelar pada pukul 16.00 WITA di dua titik, yakni di Fly Over dan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan.

Massa aksi sempat dihadang oleh aparat kepolisian polisi dan Satpol PP saat hendak masuk ke kantor DPRD Provinsi Sulsel, setelah melakukan negosiasi akhirnya mereka diizinkan untuk masuk.

Sebelumnya, aksi dengan tuntutan yang sama juga digelar oleh FPR Sulsel pada Kamis (02/07) dan Senin (06/07).

Kali ini, aksi yang digelar tampak berbeda dan cukup mengundang perhatian masyarakat. Massa aksi melakukan pembentangan spanduk berukuran besar yang bertuliskan ‘Perkuat Persatuan Rakyat, FPR Sulsel Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja’.

Berbeda dengan aksi-aksi yang digelar sebelumnya dimana massa aksi secara bergantian menyampaikan orasi dan alasan penolakannya terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
“Rakyat bersatu, tolak Omnibus Law,” terdengar dari teriakan yel-yel massa aksi.

FPR sendiri merupakan aliansi berskala nasional yang menghimpun organisasi massa dari berbagai sektor, seperti organisasi tani, organisasi mahasiswa, organisasi buruh, organisasi perempuan, organisasi pekerja hukum, organisasi pekerja kebudayaan, lembaga riset, pemuda, buruh migran dan sebagainya.

Sejak awal bergulir, FPR telah menyatakan sikap penolakan tegas terhadap Omnibus Law yang dipandang sebagai skema deregulasi untuk memberikan karpet merah dan keleluasan dan perlindungan bagi investasi asing di Indonesia.

Omnibus Law adalah skema untuk memuluskan investasi asing yang jika disahkan akan semakin memperparah penderitaan rakyat, utamanya kaum tani di pedesaan.

Omnibus Law akan semakin memperparah monopoli dan perampasan tanah untuk memuluskan investasi di sektor perkebunan, pertambangan, kehutanan dan proyek pemerintah yang dibiayai melalui skema investasi dan utang.

Selain itu juga akan semakin menyeret kaum buruh dalam skema politik upah murah seiring perubahan formula penetapan upah dan akibat dihapuskannya ketentuan mengenai UMK/UMSK dalam ketentuan tersebut.

Koordinator FPR Sulsel Supianto menyampaikan pandangan FPR bahwa Omnibus Law bukanlah jalan keluar bagi penderitaan dan kemiskinan yang dialami oleh rakyat Indonesia.
Sebab perubahan nasib rakyat menurutnya tidaklah dapat terpenuhi melalui model pembangunan yang bersandar pada investasi asing yang akan melemahkan dan menghancurkan kemandirian nasional, melainkan hanya dengan jalan mewujudkan reforma agraria sejati sebagai prasyarat dan jalan pembuka untuk menuju pada pembangunan industri nasional.

“Omnibus Law RUU Cipta Kerja bukanlah solusi atas permasalahan kemiskinan dan penderitaan panjang yang dialami oleh rakyat Indonesia. Jalan satu-satunya untuk mengubah kondisi kehidupan rakyat adalah dengan mewujudkan reforma agraria sejati dan industrialisasi nasional yang mandiri dan berdaulat,” sebut Supianto yang kerap disapa Ijul.
“Pertama-tama adalah menjalankan reforma agraria sejati atau land reform sejati untuk menghancurkan monopoli tanah baik oleh korporasi besar swasta maupun oleh negara sendiri kemudian dilakukan redistribusi tanah kepada tani bertanah sedikit (gurem) dan tani tak bertanah (landless people),” tambahnya.

Reforma agraria sejati dengan meredistribusi tanah yang dikuasai oleh perusahaan besar swasta maupun negara kepada kaum tani disebut akan menciptakan bahan pangan yang berlimpah dan modal sebagai cadangan nasional untuk membangun industri nasional yang bergantung pada kekuatan rakyat sendiri, bukan bergantung pada investasi asing.

“Reforma agraria sejati akan menciptakan bahan pangan yang berlimpah sehingga tidak ada lagi impor pangan di tengah masa panen yang menghina kaum tani Indonesia. Selain itu, reforma agraria sejati juga akan menciptakan cadangan modal nasional yang berlimpah sebagai syarat untuk membangun industrialisasi nasional bertumpu pada kekuatan dan kemandirian rakyat Indonesia, bukan pada investasi asing,” sebut Ijul.

“Reforma agraria sejati  akan menciptakan cadangan modal nasional yang berlimpah sebagai jalan pembuka bagi cita-cita pembangunan industrialisasi nasional yang mandiri dan berdaulat secara bertahap. Dengan ini maka secara bertahap akan mengubah dan memperbaiki kondisi kehidupan buruh industri di perkotaan dan rakyat Indonesia secara umum,”tutupnya.